Surat Tanah Sudah Inkrah Dibatalkan Pengadilan, Tapi Penyidik Polda Riau Masih Terima Laporan Pelapor

Rabu, 04 Januari 2023 - 11:33:07 WIB

Dadang Junaidi (kanan) yang ditersangkakan Ditreskrimum Polda Riau didampingi Ketua Umum DPP LSM Perisai Riau Sunardi SH menunjukkan dokumen lengkap antara lain surat tanah yang dimiliki Pelapor Budi sudah dibatalkan dan inkrah oleh Pengadilan. Tapi lapor

Pekanbaru, Detak Indonesia -- Kuasa Pensiunan guru-guru SMP Negeri 5 Pekanbaru yang merupakan pemilik tanah di Jalan Arifin Ahmad, Pekanbaru, Dadang Junaidi ditetapkan menjadi tersangka oleh Direktorat Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Riau.

Dadang ditetapkan tersangka atas kasus pemagaran tanah yang terletak di Jalan Arifin Ahmad yang diklaim adalah milik Eddy S Ngadimo. Dadang dilaporkan oleh anak kandung Eddy S Ngadimo, Budi Sastro Prawiro atas kasus masuk pekarangan atau area tanpa izin, sebagaimana pasal 551 KUHP.

Dalam kasus ini, Dadang menjelaskan bahwa tanah tersebut merupakan milik pensiunan guru-guru SMP N 5 Pekanbaru yang memiliki surat-surat dan legal standing yang sah dan ia telah mengantongi buktinya. Kata dia, dirinya dilaporkan di Ditreskrimum Polda Riau sementara dasar atau legal standing pelapor bersumber dari surat hibah palsu yang sudah dibatalkan Pengadilan (inkrah). Sementara pemberi hibah H Asril (almarhum) sudah membantah tidak ada menjual tanah hibah ini kepada Eddy S Ngadimo. Dan juga dari hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik Polda Sumut tanda tangan di surat tidak identik. Anehnya kata Dadang kenapa Polda Riau menerima laporan dari Pelapor yang keabsahan surat Pelapor sudah dibatalkan Pengadilan (inkrah). 

"Saya dilaporkan Budi Sastro Prawiro atas dasar pemagaran tanah di Jalan Guru-Jalan Arifin Ahmad Pekanbaru. Yang saya pagar adalah tanah pensiunan guru-guru SMPN 5 Pekanbaru, bukan tanah dia. Kita punya dasar, surat asli kita ada. Ini surat asli saya mana surat asli kamu? Eddy S Ngadimo tidak pernah melihatkan surat aslinya," kata Dadang, di Pekanbaru Selasa (3/1/2023).

Dijelaskan Dadang, dirinya sebagai pemegang kuasa dari pensiunan guru-guru SMPN 5 Pekanbaru melakukan pemagaran karena ia memiliki legalitas kuasa yang sah, sementara surat-surat yang dimiliki pelapor Budi S Ngadimo sudah tidak berlaku sesuai putusan pengadilan No:62/Pdt/G/2009/PN.PBR.

Puluhan ruko yang dibangun Eddy S Ngadimo di Jalan Arifin Ahmad Pekanbaru akhirnya bersengketa dengan pensiunan guru-guru SMPN 5 Pekanbaru, Riau. 

"Didukung hasil uji forensik Polda Sumatera Utara No:744/DTF/II/2010 yang memutuskan bahwa tanda tangan H Asril selaku pemberi surat hibah di SKGR milik Eddy S Ngadimo Nomor 0023655 tanggal 19 Maret 2002 adalah 'non-identik' atau berbeda dengan tandatangan H Asril alias palsu," ujar Dadang.

Sebelumnya, kata Dadang, dirinya juga pernah melaporkan hal tersebut ke Polda Riau.

"Di Polda dia bilang gini, Abang sudah jadi tersangka. Saya bertanya, apakah sudah diperiksa keabsahan surat-surat yang dimiliki pelapor? Tidak pernah saya tau surat-surat pelapor itu seperti apa, cuma yang ditunjukkan foto copy saja. Kalau saya memperlihatkan kepada penyidik yang asli," beber Dadang.

Untuk itu dalam kasus ini dirinya merasa sangat dirugikan, karena penyidik telah menetapkan ia menjadi tersangka. Sementara, laporannya terhadap Eddy S Ngadimo pada Desember 2020 lalu terkait pemalsuan surat tidak ditindaklanjuti. Ada apa ini?

"Aku melaporkan surat palsu dia, sampai sekarang saya tidak pernah diperiksa. Ketika saya dilaporkan, langsung dijadikan tersangka," tutur Dadang.

Terkait hal ini, Dadang telah menyiapkan dan akan membuat laporan resmi ke Div Propam Mabes Polri.
 
Sementara itu, Ketua DPP LSM Perisai Riau, Sunardi SH yang ikut mendampingi Dadang mengungkapkan, ada tiga kejanggalan dalam sengketa lahan milik pensiunan guru-guru SMPN 5 Pekanbaru dengan Eddy S Ngadimo.

Pertama, kata Sunardi, Bukti jual beli tanah milik Eddy S Ngadimo atas SKGR Nomor 203/Sdt/VI/2002 tanggal 5 Juni 2002, merupakan awal pengakuan memiliki hak atas tanah tersebut. Anehnya, di BPN Kota Pekanbaru Eddy S Ngadimo telah tercatat sebagai peserta Program Konsolidasi tahun 2001.

"Bukti transaksi jual beli tahun 2002, tercatat di BPN Pekanbaru atas nama Eddy S Ngadimo tahun 2001. Artinya dia belum ada hak di sana tapi sudah tercatat, buktinya sudah saya kantongi. Itu membuktikan adanya dugaan konspirasi antara si pengaku pemilik tanah dengan pihak pertanahan," ungkap Sunardi.

"Ketika pihak pertanahan diperiksa oleh penyidik Polda Ria, mereka tidak bisa menjawab. Dia pun bingung kenapa itu terjadi," lanjut Nardi.

Di satu sisi, jelas Sunardi SH, Surat SKGR milik Eddy S Ngadimo Nomor 203/Sdt/VI/2002, terdapat tanda tangan H Asril yang diduga dipalsukan.

"Itu ada hasil forensiknya No:744/DTF/II/2010, terdapat tanda tangan yang dipalsukan dan terhadap bukti itu sudah kami dapatkan. Hasil forensik Polda Sumatera Utara atas laporan H Asril yang mengaku bahwa saat itu dia tidak pernah melakukan jual beli tanah dengan Eddy S Ngadimo," beber Sunardi.

"Atas laporan H Asril tersebut, pihak Poltabes Pekanbaru (sekarang Polresta) menindaklanjutinya dan hasilnya bahwa tandatangan yang saya sebutkan tadi adalah non-identik artinya adalah tandatangan yang dipalsukan," sambung Nardi lagi.

Kemudian, terhadap surat hibah yang diberikan oleh Mangaraja Puar Hamonangan Saragih anak kandung Minar Zeslida Pardede dan anak dari RP Saragih telah memberikan hibah kepada H Asril.

Lalu, surat hibah tersebut oleh ahli waris Mangaraja Puar Hamonangan Saragih telah digugat ke pengadilan. Pengadilan telah memutuskan bahwa surat hibah tersebut telah batal dan tidak sah serta tidak berkekuatan hukum. 

"Dalam petitum gugatan, apabila terdapat surat yang diterbitkan dari dasar surat hibah H Asril itu juga dinyatakan batal demi hukum. Sementara surat SKGR Eddy S Ngadimo yang ditingkatkan menjadi Sertifikat 7940 oleh Badan Pertanahan Kota Pekanbaru itu kan dasarnya hibah yang sudah dinyatakan batal demi hukum," tegas Nardi.

Lalu, Eddy S Ngadimo melalui anak kandungnya Budi Sastro Prawiro melaporkan orang lain dengan menggunakan surat yang telah batal demi hukum, asal usul yang rancu dan tandatangan yang non-identik ke Polda Riau.

"Anehnya, pihak Polda Riau menanggapi, memproses dan justru menetapkan seseorang dengan dasar surat yang nyata-nyata dasarnya sudah dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Kedua, terdapat tandatangan yang dipalsukan atau non-identik hasil forensik Polda Sumatera Utara dan ketiga perolehan surat tersebut sangat diragukan," kata Nardi.

Atas nama DPP LSM Perisai, Sunardi meminta kepada pihak penegak hukum agar mengungkap kasus ini secara objektif dan tidak pandang bulu dan pilih kasih. 

"Kami minta perhatikan dasar-dasar pelaporan seseorang itu seperti apa? Agar ini tidak menjadi polemik yang berkepanjangan dan tidak menjadi asumsi negatif terhadap proses penyidikan yang dilakukan oleh pihak penyidik Polda Riau," harapnya.

"Sejujurnya, kami telah meminta kepada aparat berwenang yaitu Div Propam Mabes Polri untuk dapat memeriksa proses penanganan yang dilakukan penyidik Polda Riau ini. Laporan ke Dit Propam Mabes Polri sudah kami sampaikan pekan lalu," kata Sunardi SH.

"Mudah-mudahan ini menjadi atensi yang baik karena kami yakin dan percaya bahwa di negara Republik Indonesia ini masih ada aparat-aparat yang betul-betul tegak lurus dalam menangani perkara ini," ucapnya.

Demi menguji keabsahan dan kebenaran surat-surat tadi, pihaknya telah menempuh jalur Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).  Hal tersebut dilakukan atas saran dan surat yang dilayangkan oleh Badan Pertanahan Kota Pekanbaru.

Adapun isi surat dari BPN Kota Pekanbaru Nomor MP.01.02/5410-14.71/XII/2022 tertanggal 22 Desember 2022 itu adalah:

1. Bahwa terhadap pengaduan Saudara, telah pernah dilakukan upaya mediasi dengan hasil tidak ada kesepakatan di antara para pihak dan telah diberitahukan melalui surat Kepala Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru nomor 02.03/1067-14.71./IV/2021 tanggal 12 April 2021 perihal pemberitahuan hasil mediasi.

2. Bahwa terhadap penyelesaian masalah klaim kepemilikan di atas bidang tanah tersebut, saudara dipersilahkan untuk menyelesaikan permasalahan ini melalui jalur litigasi dan non-litigasi (di luar mediasi yang difasilitasi oleh Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru).

"Sarannya agar kita menempuh jalur ligitasi dan non-ligitasi, artinya di luar fasilitas untuk perdamaian. Itu sudah kita lakukan, mudah-mudahan ini bisa membuka tabir kebenaran, mana administrasi yang benar dan mana administrasi yang salah. Itu nanti bisa ditentukan melalui PTUN dan pekan depan merupakan verifikasi yang ketiga," pungkasnya.

Terkait permasalahan ini, media ini mencoba mengkonfirmasi kepada Budi Sastro Prawiro selaku pelapor dan yang mengaku pula pemilik tanah yang disengketakan di Jalan Guru dengan simpang Jalan Arifin Ahmad Pekanbaru. Pesan WhatsApp yang dikirim Selasa malam (3/1/2023) belum dibalas hingga Rabu siang (4/1/2023) walaupun sudah terkirim dengan status centang dua biru.

Sementara, Kabag Wasidik Ditreskrimum Polda Riau, AKBP Dr Azwar SSos MSi ketika dikonfirmasi Selasa malam (3/1/2023) juga belum menjawab. Pesan WhatsApp yang dikirim masih berstatus centang satu hingga Rabu siang (4/1/2023).

Begitu juga dengan BPN Pekanbaru. Pesan yang dikirim melalui WhatsApp ke BPN Pekanbaru Selasa malam (3/1/2023) secara otomatis dijawab terima kasih atas pesan anda. Kami sedang tidak ada saat ini, tetapi akan merespons secepat mungkin. Sanpai Rabu siang ini (4/1/2023) belum ada merespon secepat yang diinfokan sebelumnya. (tim)