IUP PT DSI Mal Administrasi, Terbit Duluan Padahal HGU Belum Ada !

Senin, 20 Maret 2023 - 09:04:46 WIB

Ketua Umum DPP LSM Perisai Riau Sunardi SH kembali melaporkan kasus PT DSI di Riau ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Senin (20/3/2023). (ist)

Jakarta, Detak Indonesia--Ahli Hukum Pidana Forensik Nasional DR Robintan Sulaiman SH MH MA MM CLA menegaskan PT Dutaswakarya Indah (PT DSI) di Siak Sri Indrapura, Riau telah terbit duluan tahun 2009 oleh Bupati Arwin SS SH sementara Hak Guna Usaha (HGU) nya belum terbit hingga 2023 ini, hal ini berarti mal administrasi.

Seharusnya HGU dulu diberikan dengan segala kajian dan persyaratannya setelah itu barulah diberikan Izin Usaha Perkebunan (IUP). Ini terbalik, IUP diberikan duluan, sementara HGU belum ada sampai saat ini. Ini ada pidananya ini, artinya ada unsur korupsi dan harus diproses hukum. Faktor tanah terlantar bertahun tahun sewaktu PT DSI mengajukan izin lokasi sudah tak sesuai lagi dengan peraturan dan RTRW Kabupaten Siak sejak diberikan Pelepasan 1998, diterlantarkan PT DSI selama kurang lebih 5 tahun.

Demikian ditegaskan pakar pidana forensik, DR Robintan Sulaiman saat menerima tamu yang bersilaturahmi, meminta konsultasi hukum yaitu kedatangan Ketua Umum DPP LSM Perisai Riau Sunardi SH ke Kantor Pakar Hukum Pidana Forensik DR Robintan Sulaiman itu di Jakarta, Senin (20/3/2023).

Menurut laporan Sunardi SH, bukan satu PT DSI ini saja temuannya di Riau tentang HGU belum dikantongi sampai saat ini. Berdasarkan penegasan Gubernur Riau kata Sunardi SH kepada DR Robintan, ada 84 perusahaan di Riau yang tak memiliki HGU sampai saat ini tapi perkebunan kelapa sawitnya tetap beroperasi dan tetap panen sampai saat ini. Bagaimana kewajibannya membayar retribusi, pajak dan sebagainya? Apakah Negara tidak dirugikan, kemana mereka membayar pajak? Dasar membayar kewajiban kepada Negara itu adalah HGU.

DR Robintan Sulaiman SH MH MA MM CLA menerima silaturahmi Ketua Umum DPP LSM Perisai Riau Sunardi SH, di kantornya di Jakarta, Senin (20/3/2023).

Ditambahkan Sunardi, Izin Lokasi yang dikeluarkan untuk PT DSI 2006 itu tidak sesuai dengan hasil inventarisasi lapangan yang menyatakan dilahan yang dimohonkan PT DSI itu terdapat garapan masyarakat, sesuai RTRW merupakan kawasan agro wisata dan perkantoran, artinya tidak cocok untuk perkebunan kelapa sawit yang dimohonkan IUPnya oleh PT DSI. Tambah lagi Bupati Siak Arwin AS SH 2003, dan 2004 sudah menerbitkan surat penolakannya terhadap PT DSI untuk tidak menerbitkan Izin Lokasi (Ilok) malah ada tembusan suratnya ditujukan ke Gubernur Riau. Tapi anehnya 2006 akhirnya Bupati Siak Arwin AS SH menerbitkan Izin Lokasi PT DSI. Laporan Hasil Inventarisasi tak digubris Arwin AS SH.

Menanggapi hal ini DR Robintan menegaskan, ini korupsi, oknum Pemerintah itu berarti korupsi. Ditimpali Sunardi SH inilah dasar dia melaporkan kasus ini ke Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena ada aroma korupsi di kasus ini.

Cara memahami ini kata DR Robintan adalah bagaimana seseorang mau membelikan baju kepada seseorang sementara seseorang yang akan dibelikan baju itu tidak diketahui identitasnya, apakah laki-laki atau perempuan. Bagaimana Bupati Arwin AS SH bisa memberikan IUP 2009 lalu sementara HGU PT DSI saja belum ada sampai sekarang.

"Jadi harus ada HGU dulu barulah diberi IUP. Kalau IUP duluan terbit sementara HGU belum ada itu artinya IUP-nya palsu," tegas DR Robintan Sulaiman.

Ditambahkan DR Robintan, proses pemberian IUP itu panjang. IUP dikasih karena ada HGU dulu. Ini Pemerintah ada menerbitkan HGU misalnya, cek RTRWnya, cocok untuk kebun misalnya benar semuanya. Maka dikasihlah IUP. Izin Prinsip itu nanti turunannya banyak.

"Di sini Saya tak ngerti baju disiapkan dulu, sementara orangnya tak ada. IUP diberikan duluan, sementara HGUnya tak ada. Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Pakar Pidana Forensik DR Robintan menanggapi kasus PT DSI di Siak Riau.

Jadi prosedur yang benar itu kata Dr Robintan yang diterbitkan duluan adalah Izin Lokasi, pengecekan RTRW, HGU, barulah  IUP. Begitu administrasinya.

Menanggapi kasus PT DSI ini dalam konteks kerugian negara kata DR Robintan ini korupsi bersama-sama merugikan keuangan Negara, tanah itu tak layak diberikan kepada perusahaan tersebut. Tapi mereka lakukan itu.

Menurut DR Robintan ada keputusan politik dan ada keputusan hukum, kita mau kemana ini. Kalau keputusan politik itu lebih banyak pemikiran hasilnya apa. Untuk kemaslahatan itu keputusan politik. Mungkin bisa pemutihan, sah. Tapi kalau keputusan hukum tidak bisa pemutihan.

Menurut DR Robintan pilah-pilah yang mana perkebunan itu untuk kepentingan kemaslahan masyarakat putihkan izinnya. Tapi kalaulah banyak ke pemodal, koorporasi yang notabene banyak merugikan masyarakat banyak konflik itu yang mesti dibatalkan.

"Itu kalau Saya jadi pemimpin, begitu lho," kata DR Robintan.

Sunardi SH menyampaikan bahwa pihaknya sudah buat laporan ke Kejati Riau kasus dugaan korupsi Arwin AS SH tadi dugaan menerbitkan Izin Prinsip palsu tadi, tapi balasan surat Kejati Riau melalui Surat Kejati Nomor B-135/L.4.5/Fd.1/03/2003 alasan Kejati Riau karena ada UU Cipta Kerja ada penyesuaian kasusnya dilimpahkan Kejati Riau ke Kejagung, apakah benar begitu? tanya Sunardi SH lagi. Dijawab DR Robintan seharusnya tidak begitu.

"Dugaan pelanggaran membuat Izin Lokasi/surat palsu dilakukan 2006 sedangkan UU Cipta Kerja No.11/2020 lahir tahun 2020. Mana bisa diterapkan UU Cipta Kerja di sini mana bisa berlaku surut. Jadi seharusnya dugaan surat palsu yang diterbitkan Bupati Siak Arwin AS SH 2006 yang diduga sarat unsur korupsi bersama-sama itu harusnya diproses penyidik Kejati Riau, ini pidana, jangan dilimpahkan ke Kejagung," tegas Dr Robintan Sulaiman pakar pidana forensik ini lagi.

"Kita harus mendudukkan hukum yang seterang-terangnya. Itu boleh. Itu tugas Saya," ujar Robintan.

Dia menyebutkan tugas medialah melakukan kontrol sosial bahwa ada prilaku menyimpang aparat Negara ini yang merugikan masyarakat, ini tugas wartawan/jurnalis itu cita-citanya. Namun terkadang ada segelintir jurnalis yang berbuat curang kadang-kadang tidak dipercaya.

Banyaknya kasus di Provinsi Riau, pakar hukum pidana forensik DR Robintan Sulaiman akan melakukan kajian khusus dan menurunkan tim kajian ilmiah hukum ke Provinsi Riau terutama mengkaji kasus PT DSI ini dalam.waktu dekat ini. Masyarakat juga bisa menyampaikan kasus-kasus mal administrasi lainnya kepadanya. Hasil kajian ini nantinya akan menjadi pegangan bagi penyidik Polri, Kejaksaan, KPK, PPNS dan sebaginya untuk mengambil tindakan hukum tanpa ragu-ragu karena merupakan kajian ahli.

Proses Pemberian Izin Cukup Panjang

Sebelumnya DR Robintan menjelaskan bahwa Izin yang diberikan kepada perusahaan, itu prosesnya panjang. Seperti perusahaan HPH, Perkebunan, dan Pertambangan, ketika Pemerintah mengeluarkan konsesi, itu bukan seperti mengeluarkan rendang di restoran. Dia melalui proses, proses pertama, menghitung kekuatan dari perusahaan itu.

Kamu sanggup nggak mengelola ini. Karena Negara itu tidak mau gagal. Kalau kamu mengusahaakan ini gagal, Negara rugi. Negara perlu income, retribusi, pajak, dan sebagainya.

Konsesi itu diberikan, Negara mau kontribusi untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), begitu juga di daerah. Pemda itu konsen banget, ketika dia mendapat Izin Prinsip itu panjang ceritanya. Pemerintah akan lihat aspek keuangannya, mampu nggak. Jangan nanti perusahaan itu tidak punya apa-apa, papers company, nggak bisa. Paper Company itu perusahaan surat saja.

Pemerintah juga akan lihat SDMnya, orangnya. Mana kau punya teknisinya ahli perkebunan. Kalau terjadi kebakaran gitu, mana kamu punya alat-alat kebakaran. Kaku harus mendirikan tower api namanya itu. Kamu perusahaan harus menyiapkan alat-alat memadai jika terjadi kebakaran jangan terdampak polusi dan penduduk sebelah.

Itu penting salah satu dari banyak aspek. Juga aspek kelayakan perusahaan tersebut, betul nggak konsesi yang diberikan sesuai dengan RUTR, RTRW, ini yang mesti ditelaah. Nah, ketika semua sudah memenuhi persyaratan barulah Pemerintah memberikan izin. Izin diberikan kepada perusahaan A misalnya tak boleh diberikan kepada B. Kakau perusahaan A diberikan kepada B maka batal itu.

Sekarang pemahamannya begini, perusahaan ada komponen. Komponen itu apa? Yaitu Pengurus dan Pemegang Saham. Yang boleh berubah-ubah itu Pemegang Saham, Pengurus juga boleh berubah. Tapi Pengurus ini harus di fit and proper test di Dinas Pekebunan. Pengurus ini punya pengalaman enggak di bidang Perkebunan?, jangan dikasih jadi Pengurus tapi tak mengerti masalah perkebunan tapi mengerti bidang perkapalan.

Masalah saham PT DSI diambilalih berganti baju dari milik awalnya Surya Darmadi ke lain yakni Meryani ini batal demi hukum. Ini aturannya. Mestinya minta izin baru. Dan diuji juga. Misalnya izin A dipakai izinnya oleh kembaran A, ini tak boleh. Ini batal. Yang boleh dialihkan itu saham. Misalnya ada B pemegang saham baru, ini boleh.

Apalagi Pengurus belum cukup umur, direkayasa umurnya diubah KTPnya jadi cukup umur. Ini petunjuk lagi adanya penyimpangan hukum. Ini pidana ini urusan polisi menyidiknya. Membuat keterangan tidak benar dalam Akta Autentik disanksi pasal 266 KUHPidana. Hal ini kata Sunardi SH sudah dilaporkan di Ditreskrimsus Polda Riau. (tim)