Constatering dan Eksekusi Lahan Tak Tepat, Oknum PN Siak Riau Dilaporkan ke KPK

Senin, 22 Mei 2023 - 18:37:04 WIB

Rombongan masyarakat Siak Riau didampingi kuasanya Ketua DPP LSM Perisai Sunardi SH usai melaporkan oknum Pengadilan Negeri Siak ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Senin (22/5/2023). (tsi)

Jakarta, Detak Indonesia -- Dewan Pimpinan Pusat (DPP) LSM Perisai Senin (22/5/2023) melaporkan oknum Pengadilan Negeri (PN) Siak Provinsi Riau ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan suap terkait pelaksanaan Constatering/pencocokan dan Eksekusi lahan di Desa Dayun, Kabupaten Siak, Riau beberapa waktu lalu.

Ketua DPP LSM Perisai Sunardi SH, selaku kuasa dari pemilik lahan bersertifikat SHM sah menjelaskan, pihaknya bersama perwakilan masyarakat yang bersengketa dengan PT DSI melaporkan temuan itu ke KPK.

"Pagi ini kita bersama masyarakat yang menjadi korban permasalahan lahan dengan PT DSI, dalam hal ini ada keterkaitan dengan oknum di PN Siak pada eksekusi Pengadilan Negeri Siak terkait sengketa lahan," kata Sunardi, usai menyerahkan laporan di Gedung Merah Putih, KPK di Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (22/5/2023).

Dijelaskan Sunardi, Constatering dan Eksekusi yang dilakukan oleh PN Siak tersebut dilaksanakan pada objek yang salah. Lahan tersebut adalah milik masyarakat yang tidak termasuk dalam gugatan.

 

"Gugatan ini antara PT DSI dengan PT Karya Dayun. Sedangkan lahan yang diconstatering dan eksekusi PN Siak beberapa waktu lalu tersebut adalah tanah milik masyarakat yang sudah bersertifikat SHM sah. Ini tidak ada dalam gugatan dan itu tidak masuk dalam putusan. Tapi oleh oknum PN Siak Riau hal ini masih tetap dipaksakan," jelas Sunardi SH.

Sebelum Constatering dan Eksekusi dilakukan, kata Sunardi SH pihaknya telah berkali-kali menyatakan keberatan terhadap agenda PN Siak tersebut.

Selain itu, pihaknya menemukan indikasi dugaan suap dengan adanya bukti titipan uang sebesar Rp7 miliar yang stand by pada dua bank swasta berbeda di Kota Pekanbaru, Riau.

"Menurut pengakuan dari saksi kami, bahwa uang tersebut diduga akan diberikan sebagai hadiah apabila pelaksanaan Constatering dan Eksekusi itu bisa terlaksana," bebernya.

Uang dengan nilai fantastis itu diduga sebagai kompensasi apabila pelaksanaan Constatering dan Eksekusi itu berhasil dilaksanakan.

 

"Kami memiliki bukti permulaan atas dugaan suap senilai Rp7 Miliar, di mana uang itu diduga diberikan sebagai hadiah dan jasa terkait keberhasilan dalam melaksanakan Constatering dan Eksekusi oleh PN Siak. Uang itu dititip terpisah di dua bank swasta berbeda Rp5 Miliar dan Rp2 Miliar," ucap Sunardi.

Efek pasca pelaksanaan Constatering dan Eksekusi itu, masyarakat di Kecamatan Koto Gasib, Kecamatan Mempura dan Kecamatan Dayun Siak, Riau turut serta merasakan dampaknya.

"PT DSI merasa sudah menang melawan PT Karya Dayun, sehingga hak-hak masyarakat ini terabaikan dan terjadi perampasan-perampasan hak di dalamnya," beber Sunardi.

Sunardi kembali membeberkan, sejak 1998 hingga saat ini, PT DSI belum memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU).

"Artinya, dalam peraturan perkebunan, perusahaan tersebut ilegal dan izin lokasi yang dimiliki sudah mati karena habis masa berlakunya. Dalam diktum ke sembilan Peraturan Menteri Kehutanan itu menyatakan bahwa apabila dalam jangka satu tahun HGU tidak diurus, maka perizinan pelepasan kawasan itu batal dengan sendirinya," lanjut Nardi.

 

Pertanyaannya, kenapa PN Siak tetap ngotot melaksanakan Constatering dan Eksekusi?

"Ini ada apa? Sedangkan di dalam objek yang dilakukan Constatering dan Eksekusi itu bukan lahan yang dimaksud. Itu lahan milik warga yang bersertifikat hak milik. SHM merupakan hak tertinggi yang diberikan Negara, sertifikat ini sah dan berlaku dan kita sudah pertanyakan pada instansi pertanahan (BPN Siak)," tegasnya.

Selain dugaan suap, oknum di PN Siak juga diduga telah melanggar kode etik dalam pelaksanaan Constatering dan Eksekusi lahan tersebut.

"Kami juga melaporkan oknum PN Siak terkait pelanggaran kode etik dengan tidak memberikan informasi dan penjelasan yang benar terhadap proses eksekusi. Di dalam perkara tersebut tidak dijelaskan bahwa areal yang dilakukan Constatering dan Eksekusi ada nama-nama pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) yang tidak menjadi para pihak dalam Gugatan Perdata antara PT DSI dan PT Karya Dayun," urai Sunardi di depan Gedung KPK Jakarta.

Faktanya, Constatering (pencocokan) yang dilakukan Kadaster yang ditunjuk pada saat itu telah memberi tahu kepada PN Siak bahwa di areal yang akan di Constatering dan Ekskusi terdapat SHM milik orang lain.

 

"Constatering dan Eksekusi tidak bisa dilakukan karena tidak ditemukan objek perkara, dan untuk eksekusi diperlukan langkah hukum terlebih dahulu atau dilakukan ganti rugi terhadap tanah milik pihak yang tidak dalam perkara tersebut. Namun PN Siak tetap memaksakan diri membacakan putusan eksekusi di tanah milik masyarakat yang tidak termasuk dalam gugatan keperdataan," pungkas Sunardi.

Pantauan langsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, perwakilan masyarakat pemilik lahan yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Riau (Gemari) juga membentangkan spanduk yang meminta KPK segera mengusut tuntas kasus dugaan korupsi tersebut. (*/di)