DIPERTANYAKAN PENGAWASAN OLEH MANAJAEMEN PT PERTAMINA HULU ROKAN

Kematian Tiga Pekerja, DPRD Riau Minta Aparat Selidiki Juga Manajemen PT PHR

Di Baca : 697 Kali
Anggota Komisi V DPRD Riau bidang ESDM Ade Hartati diwawancara wartawan di ruang kerjanya di Komisi V DPRD Riau di Pekanbaru, Rabu (1/3/2023). (azf)

Pekanbaru, Detak Indonesia-- Sejak Blok Rokan diambil alih PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Agustus 2021 silam, 11 karyawan mitra kerja telah tewas mengenaskan di lokasi kerja PT PHR.

Terakhir tiga karyawan PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) tewas tragis menghirup gas beracun dalam tanki penampung limbah beracun dan tak dilengkapi alat pelindung diri (APD), tak menerapkan K3. 

Insiden kecelakaan kerja tiga pekerja itu berlangsung di Centralize Mud Treating Facilities (CMTF), Balam Selatan, Jumat (24/2/2023) sekira pukul 12.07 WIB. Ketiga pekerja yang tewas  yakni Ade Ilham (37), Dedi Krismanto (44), dan Hendri (54).

Terkait insiden beruntun itu Anggota Komisi V DPRD Riau, Ade Hartati merasa miris dan prihatin akan kejadian ini, hal itu seharusnya menjadi pelajaran bagi PT PHR. Seharusnya PT PHR melakukan pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Ade juga menyayangkan sikap PT PHR yang kurang kooperatif saat Rapat Dengar Pendapat di Komisi V DPRD Riau beberapa waktu lalu karena tidak mau menghadirkan Direktur Utama Jaffe A Suardin.

"Sudah tiga kali diundang DPRD Riau, kami minta PHR duduk setara dengan pemerintah Provinsi Riau. Sementara PHR berada di bawah Kementerian BUMN, Kementerian ESDM walaupun dari Pusat, tapi kan wilayah kerjanya di Provinsi Riau. Karena kita setara datanglah dipanggil DPRD Riau. Agar apa yang bisa kita bahas untuk kebaikan bersama bisa dicapai," ujar Ade saat ditemui sejumlah wartawan di ruang kerjanya, di Komisi V DPRD Riau, Selasa siang (28/2/2023).

Atas insiden tewasnya tiga pekerja PT PPLI di tanki penampungan limbah, Ade meminta Polda Riau dapat segera mengungkap peristiwa itu hingga menemui titik terang.

"Kami juga meminta aparat kepolisian Polda Riau untuk segera mengungkap kasus ini agar terang-terangan masalahnya. Jangan sampai ada lagi korban korban lainnya akibat keterlambatan dalam pengawasan K3," kata dia.

Sebelumnya, Kepala Dinas (Kadis) Nakertrans Provinsi Riau, Imron Rosyadi menegaskan, Penyidik ​​Pegawai Negeri Sipil (PPNS) bersama Korwas Polda Riau telah melakukan penyelidikan secara intensif dan maraton. Pihaknya sudah memeriksa saksi-saksi di antaranya, Project Manager PT PPLI inisial HR, Operator Evaporator inisial J, dan Engineer Process inisial RRL.

"Kami sudah melakukan gelar perkara dan mengambil keterangan serta pemeriksaan bersama pihak Polda Riau dan memperoleh kesimpulan. Pertama, dari gelar tersebut maka penanganan kasus kecelakaan kerja yang terjadi di Balam, milik PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang dikelola oleh PT PPLI kita nyatakan lanjut pada proses penyidikan," ucap Imron.

Masih kata Imron, PT PPLI telah ditetapkan sebagai tersangka.  Namun, tuntutan belum bisa menentukan siapa saja yang menjadi tersangka dari perusahaan milik saham terbesar warga Jepang tersebut. Petinggi PHR juga diperiksa apakah ada tersangka masih menunggu pendalaman penyidikan.

"Untuk dugaannya PT PPLI, hanya saja siapa yang menjadi tersangkanya masih perlu pendalaman lebih lanjut. Namun untuk terlapornya inisialnya adalah SDM yang dipecat sebagai Project Manager," pungkasnya.

Ade Hartati menggambarkan kondisi Pertamina Mahakam di Kalimantan Timur yang cukup baik pengelolaannya. Tidak ada muncul isu yang aneh-aneh seperti di PHR Riau ini.

"Untuk itu marilah PT PHR di Riau ini tingkatkan K3, terapkan SOP yang benar, pakai APD secara disiplin," tutupnya. (azf)

 






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar