RUMAH DAN KEBUN WARGA AKAN DIPINDAH

54 Persen Kawasan TNTN Dirambah

Di Baca : 4198 Kali
Rumah dan kebun warga di dalam Taman Nasional Tesso Nilo Riau akan dipindah. (Foto Ist)

Jakarta,  Detak Indonesia--Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau selama puluhan tahun telah banyak mengalami kerusakan akibat perambahan dan alihfungsi lahan. 

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya,  bergerak cepat dengan membentuk tim khusus untuk merumuskan langkah komprehensif penyelamatan ekosistem TNTN.

''Selama dua tahun terakhir, tim melakukan identifikasi, inventarisasi, verifikasi areal dan permasalahan yang terjadi di lapangan. Hingga dihasilkan kerangka Revitalisasi Pengelolaan Ekosistem Tesso Nilo dengan Pendekatan Berbasis Masyarakat yang akan dijalankan oleh tim implementasi," ungkap Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono dalam konfrensi pers di Jakarta, Senin (5/3/2018).

Formula revitalisasi berbasis masyarakat ini diharapkan dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah serupa di kawasan Taman Nasional lainnya di Indonesia. Rangkaian kegiatan revitalisasi TNTN telah dilakukan sejak 2016, oleh tim yang melibatkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 

Mekanisme utama dalam pelaksanaan revitalisasi ini terdiri dari instrumen Perhutanan Sosial (PS) dan Reforma Agraria (RA), selain perbaikan tata kelola kebun sawit, serta membangun pasar dan infrastruktur. 

“Hal ini dilakukan untuk pengembangan ekonomi masyarakat, melalui manajemen pengelolaan di tapak (site) dengan melibatkan semua komponen dan dukungan multi-pihak," tutur Bambang.

Berbagai upaya di atas juga sejalan dengan proses penegakan hukum. 

“Jadi simultan, penegakan hukum berjalan, Perhutanan Sosial berjalan, Reforma Agraria berjalan, dan pada akhirnya kesatuan ekosistem itu dapat dipulihkan. Akses legal, akses usaha, akses pendampingan pendidikan dan pelatihan yang diberikan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.

Terkait hal tersebut, KLHK juga melakukan pendekatan bentang-alam (landscape)  yang dilaksanakan lintas yurisdiksi dan wilayah administrasi dengan melibatkan K/L, TNI, POLRI, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan LSM. 

Pendekatan bentang-alam dengan menyertakan kawasan hutan produksi juga, secara teknis, memungkinkan diterapkannya pengosongan secara bertahap, pemukiman dan kebun yang berada di dalam kawasan Taman Nasional.

“Pelaksanaan pemindahan rumah dan kebun (resettlement) ke lokasi hutan produksi telah disosialisasikan kepada sebagian masyarakat dan mereka bersedia. Pelaksanaan resettlement dan Reforma Agraria ini nantinya akan didelegasikan kepada Pemerintah Provinsi, setelah proses pemetaannya selesai," jelas Bambang.

Sementara itu, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Hariadi Kartodihardjo mengatakan revitalisasi ini akan menjamin pemenuhan hak-hak konstitusional masyarakat termasuk meningkatkan kesejahteraannya. 

"Selain itu dapat mewujudkan kepastian usaha yang berbasis hutan dan lahan termasuk harmonisasi hubungan usaha besar dan kecil," katanya. 

Wilayah ekosistem Tesso Nilo berada di Provinsi Riau, meliputi tiga Kabupaten yaitu Kampar, Pelalawan dan Kuantan Singingi. 

Saat ini dari areal TNTN seluas 81.793 hektara, telah terjadi perambahan pada areal seluas 44.544 hektare (54 persen), sedangkan areal eks perusahaan PT Hutani Sila Lestari (PT HSL) seluas 45.990 hektare dan areal eks PT Siak Raya Timber (PT SRT) seluas 38.560 hektare, juga telah dirambah seluas 55.834 hektare (66 persen).

“Selain itu, dari 13 hutan tanaman industri (HTI) dengan luas sekitar 750.000 hektare, yang terdapat di sana, sembilan di antaranya terdapat klaim lahan. Hasil inventarisasi juga menunjukkan ada 11 pemegang Hak Guna Usaha (HGU) kelapa sawit seluas 70.193 hektare, dengan 15.808 areal kerjanya berada di dalam kawasan hutan," jelas penasihat senior Menteri LHK ini.

Dalam wilayah ekosistem Tesso Nilo terdapat 23 desa, dan empat desa di antaranya berbatasan langsung dengan kawasan TNTN. Kondisi ekosistem Tesso Nilo tersebut merupakan tipologi permasalahan yang cukup kompleks.

“Hubungan antara fungsi hutan, flora-fauna langka yang perlu dilindungi, dinamika sosial-ekonomi-politik masyarakat lokal, adat dan pendatang serta perusahaan-perusahaan besar telah terjalin dan perlu diurai. Selain perlu dipahami akar masalahnya, penyelesaian persoalan ini memerlukan proses sosial di lapangan secara intensif, serta pemahaman dan komitmen berbagai pihak,” jelas Hariadi.

Ketua Institut Hijau Indonesia, Chalid Muhammad, memandang proses pemindahan ini adalah voluntary resettlement. 

“Yang akan mendapatkan prioritas untuk pemukiman dengan pendekatan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial adalah buruh tani yang miskin dan penduduk setempat yang memang selama ini mengelola tanah,” katanya.(*/rls)






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Baca Juga Topik #peristiwa aktual

Berita Lainnya...

Tulis Komentar