Gajah dan Petani Kini Hidup Rukun, Agroforestri Ciptakan Harmonisasi

Duri, Detak Indonesia — Dulu, suara ledakan petasan jumbo menjadi simfoni menakutkan bagi kawanan gajah sumatra yang kerap mengganggu perkebunan warga di Desa Pinggir, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.
Namun seiring berjalannya waktu, suara itu perlahan tergantikan oleh nada yang lebih damai. Suparto, seorang petani sekaligus Sekretaris Kelompok Tani Hutan (KTH) Alam Pusaka Jaya, telah menjadi saksi hidup transformasi hubungan manusia dan gajah di kawasan ini.
Sebagai pemilik lahan dan perkebunan di area yang bersempadan dengan kantong gajah Balairaja, Suparto awalnya ikut-ikutan menggunakan petasan untuk mengusir kawanan gajah liar. Namun, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem, ia pun mulai meragukan efektivitas cara yang justru menyakiti hewan mamalia yang terancam punah tersebut.
"Kami sadar bahwa gajah juga punya hak untuk hidup dan mencari makan. Dulu kami sering konflik dengan gajah, tapi sekarang kami bisa hidup berdampingan," ujar Suparto.
Ia menceritakan, bahwa dulu, tahun 1995 hingga 2020, warga menggunakan cara kuno dan berbahaya tersebut untuk mengusir kawanan gajah liar. Sebab, warga selalu merasa kesal lantaran hewan berbadan bongsor tersebut acapkali memakan tanaman sawit dan karet milik warga.

Suparto, Sekretaris KTH Alam Pusaka Jaya yang merupakan masyarakat binaan RSF dan PHR.
Tulis Komentar