SANKSI DARI KLHK RI

Operasi APRIL Dihentikan !

Di Baca : 2606 Kali

[{"body":"

Jakarta, Detak Indonesia<\/strong>--Sesudah menerima berbagai surat berisi peringatan dari pihak berwenang Indonesia tentang ketidakpatuhannya terhadap peraturan gambut baru Indonesia, PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP), sebuah perusahaan bubur kertas terbesar di Asia Tenggara berlokasi di Kota Pangkalankerinci Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau dan berbasis di Singapura perusahaan kertas milik APRIL, yang memiliki rencana kerja 10 tahun ke depan, bersamaan dengan rencana kerja tahunan 2017, dinyatakan tidak sah sebagai dasar hukum untuk kegiatan operasional di lapangan. APRIL kehilangan basis hukum untuk operasi karena ketidakpatuhannya. <\/p>\r\n\r\n

Keputusan berbasis hukum ini diambil oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI Siti Nurbaya Bakar dalam bentuk sebuah surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Bambang Hendroyono (6 Oktober 2017) mengingat bahwa selama periode bulan tertentu, APRIL telah menunjukkan keengganan yang terus-menerus untuk mematuhi peraturan gambut baru tersebut.<\/p>\r\n\r\n

Dilansir oleh Foresthins.news<\/em>, dari perspektif hukum, operasi perusahaan pulpwood<\/em> didasarkan pada rencana kerja 10 tahun dan juga rencana kerja tahunan yang sedang berjalan.<\/p>\r\n\r\n

 <\/p>\r\n","photo":"\/images\/news\/8tg6odi62k\/10-rappok.jpg","caption":"Direktur Jenderal Penegakah Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI Rasio Ridho Sani saat melakukan inspeksi berbasis darat terhadap salah satu perkebunan milik perusahaan APRIL yang berlokasi di lansekap Semenanjung Kampar Sumatera di Sumatera (5 Oktober 2017).(Dok. foto MoEF Indonesia-Foresthins.news)"},{"body":"

Pembatalan kedua rencana kerja ini sama dengan operasi perusahaan APRIL yang dinyatakan ilegal, sampai dan kecuali rencana kerja 10 tahun baru yang sesuai dengan peraturan gambut yang baru disetujui.<\/p>\r\n\r\n

Artinya, perusahaan APRIL tidak lagi memiliki dasar hukum untuk beroperasi karena rencana kerja hukumnya sekarang dianggap tidak sah.<\/p>\r\n\r\n

Sebagaimana dirilis Foresthints.news<\/em> (1 Oktober 2017), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI menetapkan batas waktu (2 Oktober 2017) agar PT RAPP menyerahkan rencana kerja 10 tahun yang telah direvisi. Namun, ternyata, isi rencana kerja yang direvisi tetap tidak sejalan dengan peraturan gambut baru.<\/p>\r\n\r\n

Sejalan dengan perkembangan tersebut, di tingkat dasar, Dirjen Penegakan Hukum KLHK RI Rasio "Roy" Ridho Sani melakukan inspeksi berbasis darat terhadap salah satu perkebunan milik perusahaan APRIL yang berlokasi di lansekap Semenanjung Kampar Sumatera di Sumatera (5 Oktober 2017).<\/p>\r\n\r\n

 <\/p>\r\n","photo":"\/images\/news\/8tg6odi62k\/10-rapp2-400.jpg","caption":"(Dok. foto MoEF Indonesia-Foresthins.news)"},{"body":"

Rasio menjelaskan bahwa bukti yang ditemukan selama pemeriksaan lapangan ini menunjukkan bahwa PT RAPP terus melakukan praktik business-as-usual dengan sepenuhnya mengabaikan peraturan gambut baru, misalnya dengan mengendalikan tingkat air dengan cara yang bertentangan dengan peraturan Pemerintah yang baru direvisi yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada awal Desember tahun 2016 lalu.<\/p>\r\n\r\n

Lebih parah lagi, Direktur Jenderal juga menyaksikan secara langsung penanaman kembali akasia oleh perusahaan APRIL di kubah gambut (zona perlindungan gambut) pada saat masih mencoba untuk membeli waktu sebelum mengajukan rencana pemulihan gambut ke kementerian tersebut.<\/p>\r\n\r\n

Pada awal Oktober tahun 2017 ini (3 Oktober 2017), perusahaan APRIL tidak memiliki dasar hukum lebih lanjut untuk melakukan operasi lapangan seperti yang terlihat pada foto di atas, yang didokumentasikan selama pemeriksaan kementerian.<\/p>\r\n\r\n

Dalam pemutakhiran lahan gambut APRIL yang merupakan hasil diskusi manajemen senior perusahaan  yang tercakup dalam laporan ringkasan Kelompok Kerja Ahli Gizi Independen (6\/06) berikut ini adalah: Tidak ada perubahan dalam peraturan lahan gambut sejak rilis Februari 2017. Masih ada kebutuhan untuk peta definitif agar diverifikasi di lapangan.<\/p>\r\n\r\n

Sehubungan dengan pernyataan ini seperti yang juga dilaporkan oleh  Foresthins.news (30 Juni), manajemen senior APRIL benar-benar perlu meninjau kembali dokumen hukumnya sendiri yang telah diajukan ke KLHK.<\/p>\r\n\r\n

Seperti dokumen hukum perusahaan APRIL menyatakan bahwa 70 persen konsesi di perkebunan Pelalawan-perkebunan di lansekap Semenanjung Kampar yang diperiksa oleh Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK terdiri dari gambut  dalam yang biasanya merupakan Kubah Gambut.<\/p>\r\n\r\n

Namun analisis berbasis pemetaan LiDAR yang dilakukan oleh Deltares (2015) mengungkapkan bahwa hampir semua konsesi APRIL di lansekap Semenanjung kampar, termasuk perkebunan Pelalawan, terdiri dari gambut dalam. <\/p>\r\n\r\n

Selanjutnya manajemen senior APRIL mengklaim bahwa proses revisi RKU (revisi 10 tahun kerja) oleh APRIL masih berlangsung dengan KLHK RI. Namun, mengingat bahwa pernyataan ini diterbitkan pada tanggal yang sama (6 Oktober) bahwa kementerian tersebut mengumumkan rencana kerja 10 tahun yang sudah ada PT RAPP untuk menjadi rujukan tidak sah untuk operasi lapangan apapun, pernyataan tersebut dapat dianggap sudah usang.(azf)<\/strong><\/p>\r\n","photo":"\/images\/news\/8tg6odi62k\/10-rapp3-400.jpg","caption":"(Dok. foto MoEF Indonesia-Foresthins.news)"}]






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar