PERLU DIANGKAT MELALUI STUDI KELAYAKAN DAN DIREALISASIKAN PEMBANGUNANNYA

Romusha dan Jalur Kereta Api Jepang, Potensi Terpendam Pariwisata Riau

Di Baca : 3305 Kali
Camp Romusha di jalur pembangunan rel kereta api (KA) Pekanbaru-Sijunjung Sumbar dibangun tahun 1944-1945 oleh tentara Jepang dengan mempekerjakan tawanan perang Sekutu terdiri dari Belanda, Inggris, Australia dan Romusha dari Pulau Jawa. (ist)

Pukulan dengan tongkat bambu dan popor senjata merupakan hal yang rutin, disamping berbagai ragam cara penyiksaan yang dilakukan oleh serdadu Korea dan Jepang. Makanan diberikan dalam jumlah yang sangat minim, dan kalau seseorang sakit dan tidak bisa bekerja, justeru jatah makanannya tidak diberikan. Fasilitas kesehatan dan obat-obatan sangat minim. Para POW masih lebih beruntung dengan adanya dokter di antara mereka yang masih bisa menyelenggarakan operasi dengan peralatan seadanya. Sama dengan Death Railways Burma-Siam, bermacam penyakit seperti disentri, kholera, malaria, dan beri-beri digabung dengan kerja berat dan siksaan yang mereka derita menyebabkan tingginya angka kematian dari pada para romusha dan POW ini.

Lokasi Kamp secara menyeluruh (buah) serta sketsa detail dari Kamp 7 Lipat Kain dan Kamp 9 Logas adalah sebagaimana terlihat pada sketsa yang dibuat oleh salah seorang POW Sekutu. Muaro-Pekanbaru : Kekejaman Perang dan Penindasan di Rimba Sumatera sebagaimana nampak dalam peta sketsa di atas, jalur KA Maut Muaro-Pekanbaru melalui antara lain Logas, Muara Lembu, Lipat Kain, dan Taratak Buluh. Kamp yang terdiri dari sejumlah barak tersebar di sepanjang jalur ini, sebagaimana halnya juga dengan lokasi penguburan. Romusha dan POW bekerja dari pagi-pagi sekali sampai terkadang malam hari di bawah tekanan, beragam hukuman, dan siksaan dari tentara Jepang. 

Pukulan dengan tongkat bambu dan popor senjata merupakan hal yang rutin, di samping berbagai ragam cara penyiksaan yang dilakukan oleh serdadu Korea dan Jepang. Makanan diberikan dalam jumlah yang sangat minim, dan kalau seseorang sakit dan tidak bisa bekerja, justru jatah makanannya tidak diberikan. Fasilitas kesehatan dan obat-obatan sangat minim. Para POW masih lebih beruntung dengan adanya dokter di antara mereka yang masih bisa menyelenggarakan operasi dengan peralatan seadanya. 

Kondisi barak di kamp dikisahkan ada yang tanpa atap sama sekali. Kalau dilihat dari gambar-gambar sketsa yang dibuat oleh beberapa orang POW, bentuk barak dan pengaturan kerja sangat mirip dengan Death Railways Burma-Siam. Gambar-gambar sketsa dan foto yang nampak di sini dapat menggambarkan secara jelas kepada kita situasi dan kondisi yang mengerikan ini. Foto-foto dibuat setelah Jepang kalah dan para POW dan romusha diselamatkan oleh tentara Sekutu. Romusha yang selamat sama dengan Death Railways Burma-Siam, bermacam penyakit seperti disentri, kholera, malaria, dan beri-beri digabung dengan kerja berat dan siksaan yang mereka derita menyebabkan tingginya angka kematian dari pada para romusha dan POW ini. 






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar