Dari Acara Focus Grop Discusssion (FGD)

Abrasi di Bengkalis dan Meranti Riau Akan Teratasi

Di Baca : 1620 Kali
Acara Focus Grop Discusssion (FGD) untuk menindaklanjuti Rencana Penanganan Abrasi di Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau berlangsung di ruang rapat Kenanga lantai II Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Riau, Jumat (12/7/2019).

Pekanbaru, Detak Indonesia--Jumat (12/7/2019) di ruang rapat Kenanga lantai II Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Riau telah berlangsung Focus Grop Discusssion (FGD) untuk menindaklanjuti Rencana Penanganan Abrasi di Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau yang dipimpin oleh Setda  Provinsi Riau Ahmad Hijazi SE MSi  dan dihadiri langung oleh Gubernur Riau Drs H Syamsuar MSi, Asisten Deputi dan Kebencanaan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Perguruan Tinggi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ) Ir Aloysius Bagio Widagdo MT PhD, OPD Pemerintah Provinsi Riau, LSM/NGO dan juga Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti yang diwakili oleh Kepala Bappeda masing-masing kabupaten.

Asisten Deputi dan Kebencanaan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dalam presentasinya menyampaikan abrasi pantai yang terjadi di tiga Pulau yaitu Pulau Rupat,  Pulau Bengkalis dan Pulau  Rangsang  sepanjang 167,22 km, penyebabnya adalah karakteristik pulau tersebut merupakan tanah gambut yang mana hal ini hanya ada di Indonesia dan perlu diselamatkan.

“Kemudian penyebab lainnya adalah  penebangan mangrove secara tidak terkendali dan percepatan abrasi akibat hantaman gelombang laut. Hal tersebut berdampak pada garis pantai dan batas negara Indonesia telah bergeser ratusan meter hingga lebih 1 km karena pulau tersebut berbatasan langsung dengan negara luar, yaitu Malaysia. Dan hasil tinjauan lapangan dan kajian yang sudah dilakukan ini akan menjadi bahan pemaparan nanti kepada Menko Kemaritiman di Jakarta agar solusi abrasi tersebut bisa segera ditindak lanjuti,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Perekayasa Utama Pusat Teknologi Rekayasa Industri Maritim Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Aloysius Bagio Widagdo, menyampaikan dua opsi pengendalian abrasi yaitu pertama, Hard Structure yang meliputi Breakwater Lepas Pantai Inti Batu dan Breakwater Tumpukan Batu Inti Geotube. Kedua, Soft Structure yang meliputi Off Shore Breakwater (pagar) Geotube, Rangka Bambu dan Building With Nature.

“Dari riset yang telah dilakukan berdasarkan kajian lapangan, menghasilkan tiga rekomendasi yaitu konsep desain pengendalian abrasi pantai, pengelolaan ekosistem pesisir dan pantai yang berkelanjutan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.

Menyikapi persoalan abrasi yang terjadi di kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti, Gubernur Riau Syamsuar dalam tanggapannya mengatakan persoalan abrasi bukan persoalan baru di Riau, ini merupakan persoalan lama yang konteks penanganannya terkesan lambat, sudah banyak diskusi dan koordinasi mengenai hal tersebut. Sudah banyak kajian ilmiah mengenai abrasi dan opsi penyelesaianya.

“Yang perlu ditindaklanjuti dengan segera yaitu Implementasi pengendalian abrasi kemudian penyelesaian persoalan perekonomian dan pemberdayaan masyarakat. Ini harus diselamatkan karena pulau tersebut satu-satunya di dunia pulau terluar berhadapan langsung dengan Malaysia yang merupakan ekosistem gambut.” ujarnya.

Sekretaris Jenderal Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) Isnadi Esman, yang hadir dalam FGD tersebut menyampaikan pandangan.

“Wilayah pesisir menjadi identitas dan tempat untuk bergantung hidup dan menjadi sumber kehidupan. Wilayah pesisir laut dan ekosistem gambut merupakan satu kesatuan alam yang memiliki keterkaitan sangat erat terutama di wilayah gambut kepualauan seperti Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kabupaten Bengkalis. Laut yang didominasi oleh ekosistem mangrove merupakan benteng pertahanan yang menjadi pelindung untuk kawasan gambut yang berada dalam satu kesatuan hidrologis gambut. Kerusakan mangrove maka akan mempercepat terjadinya kenaikan muka air laut ke wilayah darat yang berupa gambut (intrusi air laut) dan runtuhnya tebing-tebing atau bibir pantai di pinggir laut (abrasi). Hal ini akan menjadi ancaman kepada masyarakat yang bermukim dengan terganggunya ruang-ruang hidup masyarakat berupa kebun, ladang, sumber air dan permukiman,” ungkap Isnadi.

“Ke tiga pulau yang akan menjadi target pemerintah dalam penanganan abrasi ini yaitu Pulau Rupat, Bengkalis dan Pulau Rangsang merupakan ekositem gambut yang rentan, namun kita ketahui bahwa di tiga pulau tersebut terdapat alih fungsi gambut yang seharusnya tidak terjadi, yaitu adanya bisnis sektor Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dan Perkebunan sawit milik PT Meskom, tata kelola gambut yang tidak tepat oleh kedua perusahaan ini turut andil dalam mempercepat laju abrasi, intrusi air laut dan subsidensi yang terjadi. Pemerintah sudah semestinya melakukan review terhadap izin-izin perusahaan tersebut. Selain itu ekspansi tambak udang yang merusak mangrove juga harus ada regulasi yang mengatur sehingga tidak memperparah rusaknya ekosistem pesisir dan gambut kepualuan,” imbuhnya.

“Namun, yang tidak kalah penting selain pembangunan infrastruktur pencegahan abrasi, pemberdayaan masyarakat di sekitar pesisir ini juga harus menjadi fokus, baik oleh pemerintah maupun sektor bisnis yang ada, sudah banyak sumber kehidupan masyarakat yang hilang akibat dari abrasi. Perlu ada treatment khusus untuk membangkitkan perekonomian masyarakat, sehingga penebangan mangrove oleh masyarakat dapat teratasi,” tutup Isnadi.(*/di)






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar