UNTUK DAPAT TURUNKAN BPP SERTA TUMBUHKAN DAYA SAING INDUSTRI 

Pemerintah Restui Pembangunan PLTT

Di Baca : 3416 Kali
Acara FGD Pemaparan Hasil Akhir Kajian Pengembangan & Implementasi Pembangkit Listrik Tenaga Thorium di Indonesia 17 September 2019 berkerjasama dengan Thorcon International PTE LTD sebuah perusahaan nuklir yang berinduk di Amerika Serikat yang telah meny

Jakarta, Detak Indonesia--BLU Pusat Penelitan dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (BLU-P3TEK KEBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 17 September 2019 lalu telah mengadakan FGD Pemaparan Hasil Akhir Kajian Pengembangan & Implementasi Pembangkit Listrik Tenaga Thorium di Indonesia berkerjasama dengan Thorcon International PTE LTD sebuah perusahaan nuklir yang berinduk di Amerika Serikat yang telah menyatakan minatnya secara serius kepada Pemerintah untuk mengembangkan dan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) tipe TMSR500 di Indonesia dengan biaya investasi sekitar US$1.2 Milyar atau sekitar Rp17 Triliun.

Kajian yang memakan waktu 10 bulan tersebut dilakukan dengan melibatkan semua kementerian/lembaga terkait termasuk BATAN dan BAPETEN yang berkesimpulan “bahwa PLTT tipe TMSR500 dapat dianggap sebagai salah satu solusi pembangkit listrik bebas karbon yang layak dipertimbangkan dibangun untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia pada periode 2026 – 2027”.

Selepas acara FGD, Kapala Perwakilan Thorcon International PTE LTD, Bob S Effendi menerangkan berbagai hasil kajian tersebut. Berikut yang dapat ditanyakan;

Apa kriteria yang dipakai ESDM sehingga PLTT Tipe TMSR500 dikatakan layak di pertimbangkan untuk dibangun?

JAWAB: Sederhana, secara prinsip Pemerintah hanya mensyaratkan ada 3 hal, yaitu di bangun tanpa membebankan APBN yakni dengan skema IPP, memiliki tingkat keselamatan tinggi dan harga jual listrik IPP kompetitif atau di bawah 7 sen per kwh -Thorcon memenuhi semua kriteria tersebut. Tingkat keselamatan tinggi di maknai bahwa kejadian seperti Fukushima dan Chernobyl tidak dapat terjadi.

Proses kajian keselamatan di lakukan melalui review beberapa jurnal ilmiah perihal teknologi MSR serta diskusi dengan berbagai pakar nuklir Indonesia dan dari Swedia yakni Dr Staffan Qvist, yang telah mempelajari desain Thorcon secara dalam serta BAPETEN yang memiliki kewenangan keselamatan nuklir, berkesimpulan bahwa kejadian Fukushima dan Chernobyl tidak 
dapat terjadi pada desain Thorcon. Salah satu alasan yang selalu dipakai untuk menolak PLTN adalah makna opsi terakhir dalam PP 79 tahun 2014.

Bagaimana Anda melihat hal tersebut?

JAWAB: Makna “opsi terakhir” sesungguhnya tidak demikian. PP 79 sesungguhnya menjelaskan bahwa bila telah di lakukan kajian secara komprehensif, dalam aspek keselamatan, keekonomian dan lainnya serta adanya kebutuhan mendesak maka PLTN dapat di manfaatkan. Bahkan PLTN diamanatkan dalam UU No 17 Tahun 2007 tentang RPJPN, bahwa pada tahun 2025 PLTN sudah beoperasi. Dengan kata lain tidak ada regulasi yang melarang pembangunan PLTN.

Kajian menyimpulkan bahwa seluruh regulasi yang dibutuhkan untuk melakukan pembangunan PLTN dari sisi bauran energi maupun perijinan keselamatan instalasi nuklir sudah sangat memadai. Salah satu kendala bagi PLTN untuk dapat dipertimbangkan untuk dibangun adalah konversi panas kisaran 38 persen. Kemudian reaktor diganti setiap 4 tahun oleh karena itu PLTT hanya berhenti selama sebulan dalam 4 tahun tersebut sehingga faktor kepasitas berada di atas 93 persen.

Semua hal ini membuat Thorcon TMSR500 menjadi PLTN yang termurah di dunia yang dapat bersaing dengan PLT batubara, yang mana bila ini terbangun di Indonesia dapat menjadi sebuah teknologi disruptif di sektor energi.

Apakah memang Indonesia sudah dalam keadaan mendesak membutuhkan PLTN?

JAWAB: Hal itulah yang juga menjadi bagian dari kajian. Kajian berkesimpulan ada beberapa alasan mengapa PLTN sudah mendesak antara lain, kebutuhan untuk menekan BPP Nasional untuk tidak naik, menghindari volatilitas bahan bakar fosil, perlunya pembangkit listrik skala besar untuk industri, perlunya menggantikan bahan bakar fosil yang terbatas dan meningkatkan bauran energi bersih.

BPP yang terus naik dikarenakan volatilitas harga bahan bakar tentunya akan membuat tarif listrik yang dapat memicu naiknya inflasi sehingga menyebabkan daya beli masyarakat tergerus, hal itulah yang terjadi selama 10 tahun terakhir sehingga merosotnya pertumbuhan ekonomi karena bertumpu pada konsumsi rumah tangga yang daya belinya merosot.

PLTN bagi negara berpenduduk besar sudah merupakan kebutuhan, dapat dilihat bahwa dari 10 negara berpenduduk terbesar hanya 3 negara yang belum mengoperasikan PLTN, Indonesia, Bangladesh dan Nigeria, tetapi Bangladesh sudah mulai membangun PLTN sejak 2018 dan di targetkan selesai sebelum 2025, Nigeria sudah memutuskan untuk memakai PLTN bahkan dalam proses persiapan. Hanya Indonesia yang keputusan pun belum di ambil.

Kajian Peta Jalan menyimpulkan bahwa apabila proses perizinan dilakukan secara efektif sesuai kajian peta lembaga pemerintah yang berwenang, maka proyek pembangunan PLTT tipe TMSR500 ini dapat selesai dalam kurun waktu 7 tahun. Jika dengan asumsi peta jalan tersebut tahun 2020 sebagai tahun pertama, maka ada dua tahap demonstrasi PLTT TMSR500. Tahap I dengan kapasitas 500 MW dapat beroperasi secara komersial (COD) pada tahun 2027, dan setelah 2 tahun kemudian memasuki tahap II dengan kapasitas 3 GW. 

Untuk menekan risiko dan meningkatkan kepastian dari sistem keselamatan maka ThorCon International akan membangun fasilitas “Test Bed Platform” dengan biaya US$ 70 juta untuk memvalidasi desain, menguji sistem termalhidrolik dan sistem keselamatan PLTT tipe TMSR500, serta dapat berfungsi sebagai fasilitas pembuktian teknologi keselamatan ThorCon bagi pemerintah dan juga masyarakat, yang di harapkan selesai pada tahun 2022 sehingga pada tahun 2023 tahap pembangunan PLTT sudah dapat di mulai. 

Kajian tersebut telah memilih tiga provinsi yang berpotensi ditempatkannya PLTT. Besarnya kebutuhan listrik untuk meningkatkan industri pengembangan ekonomi wilayah di ketiga provinsi yaitu Kalimantan Barat, Bangka Belitung dan Riau, dianggap layak untuk dikaji lebih lanjut secara komprehensif yang nantinya salah satu akan dijadikan lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) pertama.

Dimana akan dibangun PLTT?

JAWAB: Kami menyerahkan keputusan tersebut kepada Pemerintah. Ketiga lokasi sangat berpotensi untuk di jadikan lokasi PLTT pertama dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tetapi mengingat Ibukota direncanakan untuk pindah ke Kalimantan, maka opsi Kalimantan menjadi sangat strategis. Khususnya Kalimantan Barat yang sangat minim dengan sumber daya alam seperti batubara, migas atau hydro sehingga saat ini memiliki BPP yang sangat tinggi dan sulit untuk Industri Aluminium dapat berkembang disana. Untuk sebuah industri di Kalimantan Barat dapat berkembang maka, biaya listrik tidak boleh lebih dari 6,5 sen per kwh dan Thorcon dapat mencapai target harga tersebut. Bahkan bila BPP turun dibawah tarif listrik (TDL) yang sekitar 9 sen maka tidak ada alasan mengapa TDL Kalimantan Barat tidak dapat turun yang secara regulasi di perbolehkan hanya di butuhkan keputusan politik saja. 

Jadi apa langkah selanjutnya yang akan diambil oleh ThorCon setelah kajian ini selesai?

JAWAB: Butuh waktu sekitar 7 tahun sampai PLTT dapat beoperasi. Ketika sekarang ESDM sudah memberikan lampu hijau maka langkah selanjutnya adalah kajian kelayakan lengkap termasuk studi tapak yang harus di putuskan oleh Pemerintah dahulu dimana lokasinya, Kajian skema bisnis dan berbagai aspek PPA dengan PLN, serta persiapan memulai proses perijinan dengan Bapeten, dan tentunya membangun fasilitas uji non-fisi yakni test bed platform dan menyelasaikan proses detail engineering design. Semua proses tahap pengembangan dan persiapan membutuhkan waktu sekitar 2 tahun sampai Kami dapat memulai membangun PLTT di tahun 2023 dengan biaya yang tidak kecil yakni sekitar Rp1 Triliun. Maka dari itu, untuk dapat lanjut, kami membutuhkan kepastian hukum sebagai jaminan investasi sebesar Rp17 triliun yang diharapkan dalam bentuk PERPRES. Dalam kompetisi global yang ketat, berebut pengaruh, berebut pasar, investasi merupakan kunci daya saing oleh sebab itu investasi harus di buka selebar mungkin, termasuk sektor nuklir itu yang selalu di sampaikan oleh Presiden Jokowi.

Apakah Anda yakin Pemerintah akan menginzinkan dan memberikan PERPRES tersebut?

JAWAB: Yakin, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak memberikan izin dan kepastian hukum, karena pertama, tidak ada regulasi yang melarang membangun PLTN; kedua, Indonesia membutuhkan listrik murah dan bersih dalam skala besar; ketiga, tidak ada resiko bagi Pemerintah karena skemanya IPP alias investasi swasta tidak pakai APBN; keempat, Pemerintah selalu mengatakan butuh investasi, aneh bila investasi Rp17 triliun di tolak; kelima, ini akan menjadi legacy Presiden Jokowi yang berhasil merealisasikan visi Presiden Soekarno untuk Indonesia menguasai teknologi Nuklir; keenam, dengan penguasaan teknologi MSR maka Indonesia menjadi negara terdepan dalam pengusaan teknologi reaktor maju yang sejalan dengan visi Presiden Jokowi untuk menjadi yang terbaik dan terdepan dari negara lainnya di dunia, dengan alasan tersebut maka kami yakin proyek ini akan disetujui. (rls)






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar