PT MASG BELI TBS HARGA TINGGI

Tengkulak Marak Bakal Mati Suri di Inhu

Di Baca : 3600 Kali
Foto ist

Rengat, Detak Indonesia--Sejumlah tengkulak/rentenir tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Riau, nasibnya akan mati suri terkapar, tersungkur dalam waktu dekat ini karena Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Mustika Agung Sawit Gemilang (PT MASG) telah hadir dan berani membeli TBS sawit petani dengan harga menguntungkan petani.

Memasuki masa panen, biasanya Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit sudah bertumpuk-tumpuk di sepanjang pinggir jalan kebun petani. Dengan gerobak sorong, tandan sawit itu dibawa dari perkebunan oleh para petani. Sayangnya, kasus yang sering terjadi di daerah penghasil TBS, kaki tangan tengkulak selalu menghampiri para petani sawit.

Pemandangan menimbang sawit tanpa tawar-menawar selalu terlihat yang membuat miris harga TBS sudah ditentukan oleh tengkulak. Petani sawit tinggal menerima uang penjualan yang disodorkan para tengkulak tanpa bisa menawar atau pasang harga. Masalahnya ada pada kesulitan petani yang tidak bisa menjual langsung ke pabrik pengolahan kelapa sawit secara langsung dan sebaliknya pabrik selalu berdalih TBS milik petani tidak memenuhi standar.

Alhasil, petani tak punya pilihan dan pasrah. Menjual ke tengkulak menjadi pilihan satu-satunya.

“Ini selalu kami hadapi kalau dari pabrik harganya Rp1.100, ya kami bayar ke petani Rp1.000. Kalau dari pabrik Rp 900, kami bayar ke petani Rp800,” kata Rian, salah satu kaki tangan tengkulak berkilah.

Betapa besar pengaruh para tengkulak dalam rantai perdagangan tergambarkan dalam survei pada 2017 oleh Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) terhadap 10 ribu petani sawit rakyat di Riau menghadapi hal sama. Hasil survei tersebut menyebutkan bahwa 73 persen petani menjual TBS ke tengkulak. Sedangkan harga jual tandan buah di tengkulak sulit diprediksi karena mengikuti ketetapan pabrik pengolahan sawit.

Tapi lain lagi disebutkan, H Firdaus, salah satu pengusaha kebun sawit mengaku sebelum berdirinya PKS PT Mustika Agung Sawit Gemilang (MASG) dia menjual sawitnya ke tengkulak yang memiliki peron/ram, yang menetapkan harga semaunya yang harus kita terima. 

“Tapi setelah adanya PKS MASG yang mampu membeli sawit pekebun dengan harga tinggi, kami menjualnya ke pabrik itu,” sebutnya.

"Perusahaan mampu membeli sawit petani dengan harga sangat menguntungkan di Peranap ini," kata H Firdaus yang juga dikenal sebagai tokoh Agama di desanya. 

Begitupun Erwin, warga Desa Simalinang Darat, Peranap, ianya sebagai pembeli/pengumpul buah sawit tidak keberatan atas keberadaan PKS MASG. 

“Saya selalu membeli sawit warga. Sawit saya hargai berkisar Rp1.800 per Kg, terserah warga saja mau jual sawitnya dengan harga segitu ya dibeli, kalau minta harganya sama dengan harga MASG silahkan saja jual ke perusahaan itu ya nggak apa apa,” ucap Erwin yang juga memiliki kebun sawit pribadi ini.

Namun sisi lainnya Erwin juga mengaku merasa senang dengan keberadaan PKS MASG, yang diuntungkan bukanlah secara pribadi saja, namun semua lapisan masyarakat khususnya para pekebun sawit yang mampu membeli buah sawit dengan harga tinggi.

"Praktik tengkulak (rentenir) tetap saja merugikan petani karena bisa terbelenggu dengan hutang. Pemilik PKS wajib membayar pajak ke pemerintah, sedangkan para tengkulak, pembeli/pengumpul pada peron atau ram justru tak bayar pajak, malah perizinan pendirian peron/ram tidak ada dan tidak dikenakan pajak,” kata Alhamra.

Para tengkulak biasanya memberikan pinjaman lebih dulu kepada para peminjam dalam hal ini para pekebun sawit, yang pembayarannya menunggu hasil panen, sedangkan seberapa besar bunga uang yang harus dikembalikan tergantung kepada kesepakatan kedua belah pihak. 

"Praktik ini membuat para pekebun sawit menjadi tidak nyaman, karena terbelit dengan hutang, di samping harga jual sawit mereka tertekan jauh di bawah standart harga yang telah ditentukan pemerintah," sebut praktisi hukum, Alhamra SH MH, Minggu (26/1/2020) terkait menjamurnya peron, ram dan atau tengkulak sebagai pembeli/pengumpul buah sawit warga marak di kawasan Kecamatan Peranap, Lubuk Batu Jaya, Kelayang dan Batang Cenaku, Inhu, Riau.

Alhamra yang dikenal juga sebagai pengacara di Pekanbaru yang asli putra Batangcenaku, Inhu Riau ini mengapresiasi keberadaan PKS PT MASG yang membangun PKS di Desa Simalinang Darat, Kecamatan Peranap, Inhu, membeli sawit warga dengan harga tinggi, meski harga itu masih di bawah dari Tim Penetapan Harga Sawit Provinsi Riau.

Diakui, harga beli sawit MASG bisa membawa keberuntungan terhadap para petani, sehingga ekonomi masyarakat terdongkrak.

"Saya memperkirakan ini bisa memengaruhi kelangsungan tengkulak atau rentenir di kawasan itu,” sebutnya menambahkan hukum bisnis; siapa yang membeli tinggi, maka akan kembali menjual lebih tinggi.

"Jika MASG membeli sawit petani dengan harga tinggi Rp1.960 per Kg, sedangkan para pemilik peron/ram dan atau tengkulak jauh di bawah harga, tentu saja para pekebun memilih menjual sawitnya ke MASG, tak ada aturan yang mengatur untuk menyamakan harga sawit terhadap para pekebun itu,” ujarnya.

Menanggapi keluhan para petani yang berharap pemerintah mampu mengendalikan harga tandan buah segar (TBS) sawit ini, Juru Bicara MASG, Zulkifli Panjaitan SSos MM menilai sebenarnya aturan harga sawit sudah ada dan diperbarui menjadi Permentan No 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tanda Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun.

Syarat utama petani bisa mendapatkan harga TBS standar pemerintah adalah dengan membentuk kelembagaan petani. Permentan tersebut mengamanatkan Bupati/Wali Kota atau Gubernur memfasilitasi terbentuknya kelembagaan pekebun swadaya yang memiliki satu hamparan areal kelapa sawit. 

“Saat ini MASG sedang melakukan proses kerjasama semacam perjanjian kontrak antara perusahaan dengan para pekebun sawit yang ada di Kecamatan Peranap, Kelayang, Lubukbatu Jaya dan Batangcenaku, Inhu,” sebutnya.

Nantinya, para petani sawit bisa membuat kelompok petani pekebun yang disyahkan oleh Pemerintah setempat selanjutnya bekerja sama dengan MASG dengan ikatan perjanjian kontrak yang harga belinya mengacu kepada ketetapan harga tim Provinsi Riau. Di sini akan terjadi saling menguntungkan. 

"Kelompok pekebun sawit itu juga nantinya melengkapi Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) yang luasannya 25 ha per kelompok diterbitkan oleh Dinas Pertanian setempat," tutup Zulkifli. (*/rls).






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar