PERLU DIANGKAT MELALUI STUDI KELAYAKAN DAN DIREALISASIKAN PEMBANGUNANNYA

Romusha dan Jalur Kereta Api Jepang, Potensi Terpendam Pariwisata Riau

Di Baca : 3224 Kali
Camp Romusha di jalur pembangunan rel kereta api (KA) Pekanbaru-Sijunjung Sumbar dibangun tahun 1944-1945 oleh tentara Jepang dengan mempekerjakan tawanan perang Sekutu terdiri dari Belanda, Inggris, Australia dan Romusha dari Pulau Jawa. (ist)

Sejarah dulu 1945, upacara selesainya KA disaksikan dari jarak jauh oleh tawanan perang bule dan Romusha Indonesia yang kurus kering, sedangkan Jepang masih bisa berteriak Banzai, Banzai dengan semangat. Dari 6.764 tawanan perang bule yang tewas di KA Pekanbaru berjumlah 2.596 orang. Dari kurang lebih 100.000 Romusha Indonesia pada akhir 1945 cuma 20.000 orang yang hidup. 

Wartawan Henk Hovinga dalam bukunya Eindstation Pekan Baru 1944-1945 Dodenspoorweg door het Oerwoud (1982) menulis mereka itu telah dipaksa bekerja “dalam suatu neraka hijau, penuh ular, lintah darat dan harimau, lebih buruk lagi miliaran nyamuk malaria, di bawah pengawasan kejam orang-orang Jepang dan pembantu mereka orang Korea”. 

Era tahun 1950-1960an adalah era diproduksinya oleh Holywood sejumlah film yang menceritakan berbagai kisah sekitar Perang Dunia II. Banyak film mengisahkan pertempuran yang terjadi di Pacific, sebagian lagi kisah-kisah pertempuran di Eropa, dan ada juga yang mengisahkan pertempuran di Afrika Utara, dan berbagai tempat lainnya di dunia. Sejumlah film jenis ini menjadi sangat terkenal, salah satu di antaranya adalah film “The Bridge on the River Kwai”, yang bercerita tentang penderitaan tawanan perang Sekutu yang bersama dengan romusha yang berasal dari sejumlah negara Asia (termasuk Indonesia) dipaksa oleh tentara Jepang untuk membangun jalan kereta api yang menghubungkan Thailand dengan Burma. 

Alur kereta api ini menghubungkan Muara, yang merupakan ujung jalur SS di Sumatera Barat, dengan Pekanbaru, sebuah kota pelabuhan di Sungai Siak. Jalur sepanjang 220 km ini dibangun antara 1943-1945. Alasan pertama dan utama untuk pembangunan jalur ini adalah untuk mengangkut batu bara dari Tapui, yang terletak di cabang dari jalur ini. Alasan kedua adalah alasan strategis: menghubungkan Samudera Hindia dengan Selat Malaka, pada suatu masa ketika kapal-kapal Jepang terancam oleh torpedo Sekutu. Jalur ini dibangun di bawah pengawasan Korps Angkatan Darat ke-25. Jepang sendiri sama sekali tidak menyediakan sarana dan prasarana untuk pembangunan jalur ini; semuanya didatangkan dari Jawa dan Sumatera.






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar