DARI SIDANG VERIFIKASI DI PENGADILAN NIAGA PADA PENGADILAN NEGERI MEDAN

Selain Utang Pajak Rp30 M, PT Hutahaean Dikejar Tagihan Pajak Non PLN Ratusan Juta Rupiah

Di Baca : 2321 Kali
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara. (ist)

Medan, Detak Indonesia--Sidang lanjutan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Hutahaean Group masih terus berlangsung sekali sepekan secara marathon di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan, Sumut, Senin (27/2/2023).

Senin 27 Februari 2023 itu berlangsung sidang verifikasi membahas jumlah utang PT Hutahaean yang harus dibayarkan yang sudah membengkak sejumlah sekira Rp30 miliar lebih. Munculnya angka utang Rp30 miliar lebih itu adalah merupakan utang pajak PT Hutahaean sejak 2014 hingga 27 Februari 2023 yang tak kunjung dibayarkan PT Hutahaean kepada Negara cq Kantor Pajak Jalan Sudirman Pekanbaru, Riau.

Awal sidang PKPU perdana digelar 24 Januari 2023 lalu, Pemohon PKPU I, Parsaroan Manullang, Pemohon PKPU II Mantar Sianipar. Kedua mereka ini adalah eks karyawan PT Hutahaean di Provinsi Riau yang menuntut pesangon setelah berhenti. Kemudian menyusul sekitar enam eks karyawan PT Hutahaean lainnya di Laguboti Sumut dari pabrik tepung tapioka milik PT Hutahaean turut menuntut perusahaan milik Opung Hutahaean Riau tersebut semua tuntutan utang hampir Rp1 miliar dan ini diterima pada sidang 24 Januari 2023 lalu. Semua eks karyawan PT Hutahaean ini menuntut pesangonnya, dan lain-lain yang belum dibayarkan.

Dina Silalahi Staf Kantor Pajak Sudirman Pekanbaru hadir di sidang PKPU ini. Hakim sedikit marah kenapa tak Kantor Pajak tagih utang pajak itu. Dijawab pegawai pajak tersebut pihaknya sudah menagih tapi tak kunjung mau dibayar Hutahaean hingga saat ini.

Kantor Hutahaean Group Jalan Cempaka Nomor 61 Pekanbaru, Riau.

Kuasa Debitur (dari PT Hutahaean, red) Siagian SH dalam sidang ini menjelaskan PT Hutahaean akan melunasi namun sebagian saja sebagaimana ketentuan UU Cipta Kerja Nomor 11/2020. Sontak hakim menyanggahnya dengan mengatakan tak bisa diterapkan UU CK 11/2020 di sini karena utang itu tahun 2014 lalu saat itu belum berlaku UU CK 11/2020. Kalau berlaku surut UU CK ini, hancurlah negara ini.

Pengurus PKPU yang ditunjuk dan diangkat oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan berlatar belakang Kurator, adalah Benyamin Purba SE SH, Erikson Purba SH, Josua Nainggolan SH, dan Fransisko Samuel Halomoan Purba SH.

Pengurus PKPU ini sedang menyusun ada tagihan utang PT Hutahaean lagi yang akan dimasukkan dan ditagih sebagai utang PT Hutahaean yang juga harus dibayarkan kepada sebuah bank di Pekanbaru, Riau.

Juga dibahas di Desa Teluk Sono dan Dalu-dalu, Riau utang pajak Non PLN PT Hutahaean yang mana utang itu akan membengkak lagi menjadi sekira Rp31 miliar lebih. Pembiaran dan dampak dari mengulur-ulur waktu pembayaran utang menjadi berlama-lama ini akan memberatkan dan merugikan PT Hutahaean sendiri. Karena kreditur lainnya yang tahu informasi, utangnya belum dibayarkan PT Hutahaean akan nimbrung ikut menuntut di gerbong ini dan ini diperbolehkan dalam masa PKPU Sementara 45 hari ke depan sejak PKPU Sementara diputuskan hakim 24 Januari 2023 lalu. Ada langkah radikal bila PT Hutahaean tak melunasi utangnya, yakni perusahaan milik Opung Hutahaean ini bisa “dipailitkan”. Jangan main-main dengan sidang PKPU/Kepailitan, yang tak sama dengan sidang pidana, perdata, PHI, atau sidang Tipikor.

Dikejar Pajak Penerangan Jalan (PPJ) Non PLN

Perusahaan perkebunan PT Hutahaean kebun Teluk Sono di Desa Bonai Darussalam dan kebun Dalu Dalu Kecamatan Tambusai, Rokanhulu (Rohul), Riau diduga menunggak Pajak Penerangan Jalan (PPJ) Non PLN mencapai Rp220.996.375 pada 2016-2017.

Terkait adanya tunggakan PPJ Non PLN 2016-2017 oleh pihak PT Hutahaean dan belum dibayarkan ke pihak Pemkab Rohul, Riau dibenarkan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Rohul El Bizri, melalui Sekretaris Bapenda Zulheri SE MM, Ahad lalu (26/7/2020) sebagaimana dilansir borgolnews.com.

Zulheri secara rinci menjelaskan,
PPJ Non PLN yang dikelola perusahaan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) menggunakan mesin Ginset sendiri. Untuk besaran PPJ non PLN dari jumlah KWh terpakai, dan itu diatur dalam UU No 28/2009 tentang pajak restribusi daerah, menjadi Perda 1/2011 pajak daerah dan diturunkan lagi jadi Perbub Nomor 29/2018 tentang Juknis Pemungutan PPJ diatur dalam Pasal 5 huruf c bahwa harga Nilai Jual Listrik Non PLN Rp1.035 per Kwh per bulan, kemudian untuk rumah tangga baik itu karyawan, kantor itu ditetapkan Rp1.465 per KWh yang ditagih per bulan.

“Sehingga perusahaan wajib melaporkan pemakaian KWh per bulannya, agar Bapenda bisa menghitung besaran pajaknya. Dihitung pihak perusahaan sendiri, karena PPJ Non PLN 100 persen jadi pajak ke daerah,” sebut Zulheri.

Secara rinci juga dijelaskan Zulheri, dari PPJ Non PLN setiap tahunnya yang diterima Pemkab Rohul dari target Rp2,5 miliar terealisasi Rp3,2 miliar dari PPJ Non PLN hingga 2019 khusus bagi 44 PKS di Rohul di luar perusahaan Stonecraser ada sekitar 10 perusahaan.

“Namun perusahaan yang menunggak PPJ Non PLN hanya PT Hutahaean kebun Teluk Sono II di mana yang sudah ditetapkan menjadi utang dari 2016 hingga 2017 Rp109.989.037. Itu sesuai surat tagihan Bapenda, sedangkan PPJ Non PLN 2018 sampai 2020 pihak PT Hutahaean belum menyampaikan data ke Bapenda terkait PPJ Non PLN untuk dihitung,” ungkap Zulhendri.

Kemudian untuk tunggakan PPJ Non PLN PT Hutahaean kebun Dalu-dalu Tambusai 2016-2017 mencapai Rp111.007.338. Terhitung pajak terutang dan surat dikeluarkan Surat Pemberitahuan Tagihan Pajak Daerah (SPTP) dan itu sudah disampaikan ke pihak PT Hutahaean per 29 Maret 2019 yang tembusan ke Korsubgah KPK RI Regional Sumatera.

“Sehingga total tunggakan PT Hutahaean baik kebun Dalu-dalu Tambusai dan Teluk Sono mencapai Rp220.996.375, itu untuk 2016-2017 belum termasuk tagihan 2018-2020,” terang Zulhenri.

Menunggaknya PPJ Non PLN sebut Zulhendri, sesuai kronologis permasalahannya, pihak PT Hutahean membantah bahwa pengenaan PPJ non PLN sesuai UU 28 tidak menyatakan jenis Non PLN. Pihak PT Hutahaean juga sudah melakukan uji materi ke MK RI. Hasilnya MK RI mengabulkan permohonan Wajib Pajak PT Hutahaean memerintahkan yang membuat UU (Pemerintah) untuk membentuk ketentuan baru sebagai dasar pengenaan pajak terhadap penggunaan listrik khsususnya PPJ baik yang dihasilkan sendiri maupun sumber lain yang dihasilkan pemerintah (PLN).

Bapenda Rohul tambah Zulhendri, sudah melakukan penagihan dan tindakan sesuai Surat Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPKA) Rohul, termasuk Surat Kepala Bapenda yang disampaikan ke PT Hutahaean, baik tentang pajak daerah, perihal data pemakaian KWh di perusahaan, perihal kewajiban pajak daerah dan teguran penagihan PPJ Non PLN di PT Hutahaean.

Namun sebut Zulhendri, MK RI menyebutkan, sebelum UU diubah maka Wajib Pajak (PT Hutahaean, red) harus mematuhi UU yang berlaku dalam Putusan MK RI Point 3.17 tertanggal 13 Desember 2018. Artinya perusahaan harus tetap membayar tunggakan PPJ Non PLN sebelum UU diubah, dan yang membuat UU yakni pihak Pemerintah pusat.

Namun PT Hutahaean cukup beruntung dari penyelenggaraan Event Internasional F1 Powerboat di Danau Toba 24-26 Februari 2023 lalu, tingkat hunian kamar hotelnya (accupancy rate) Labersa Hotel di Desa Tampubolon dekat Danau Toba meningkat penuh diisi wisatawan lokal, wisatawan nusantara, dan wisatawan mancanegara. (mni/azf/tim)






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar