KASUS KARHUTLA RIAU

Kapolda Segera Tetapkan 49 Perusahaan Sawit-HTI Terbakar 2014-2016

Di Baca : 3674 Kali
Koordinator Jikalahari Made Ali (kiri), Kapolda Riau Brigjen Drs Widodo Eko Prihastopo MM (kanan)

Data BPBD, total luas kebakaran kawasan hutan dan lahan di Riau sepanjang 14 Januari–12 Agustus 2018 mencapai 2.891,51 ha. Kebakaran terluas terjadi di Kepulauan Meranti sekitar 938, 31 ha, Rokan Hilir 488,85 ha, Bengkalis 423 ha, Dumai 396,75 ha,  Indragiri Hulu 289,5 ha, Siak 136,5 ha, Pelalawan 92,5 ha, Pekanbaru 44,6 ha, Kampar 41 ha dan Indragiri Hilir 37 Ha.

Hasil investigasi Jikalahari sejak 2014 hingga 2018 juga menunjukkan karhutla sering terjadi dalam areal korporasi dan berada di kawasan gambut dalam. Pada 2016 Jikalahari melaporkan 49 korporasi pelaku karhutla pada 2014 – 2016 ke Polda Riau, KLHK, BRG dan KSP. Ada 29 korporasi yang lahannya terbakar merupakan anak perusahaan atau berafiliasi dengan APP dan APRIL Group. Hasil investigasi menunjukkan kebakakaran terjadi di dalam areal korporasi/perusahaan dan berada di daerah gambut serta ditanami kembali paska kebakaran pada 2014 dan 2015.

Hingga kini, perusahaan – perusahaan ini tak juga di proses secara hukum. Paska kebakaran hebat pada 2015, Polda Riau mengambil langkah berani menetapkan 18 korporasi dan 95 orang sebagai tersangka. Namun secara bertahap pada 2016 Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap 15 korporasi diterbitkan. Namun kata Made Ali pihaknya sudah menemui Dit Reskrimsus Polda Riau bahwa kasus SP3 15 perusahaan ini bisa dibuka kembali.

“Korporasi tidak jera melakukan pembakaran hutan dan lahan karena lemahnya penegakan hukum terhadap korporasi, bahkan ketika sudah masuk proses peradilan, hukuman yang diberikan juga tidak maksimal, sehingga efek jera dan memiskinkan korporasi tidak benar-benar berdampak, akibatnya hutan dan gambut terus terbakar dan akibatkan kerusakan lingkungan yang sangat masif,” tegas Made Ali.

“APP Group menginvestasikan US$ 3,8 juta atau setara Rp52,6 miliar untuk persiapan Asian Games, jumlah ini tidak setara dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan pembakaran hutan dan lahan serta kerusakan gambut di areal korporasi yang terafiliasi dengan APP,” kata Made Ali.

Keuntungan bagi korporasi membuka lahan dengan cara bakar sangat besar dibandingkan membuka lahan dengan cara konvensional. Menurut kesaksian Ahli Kebakaran Hutan dan Lahan dalam persidangan perkara karhutla di Riau, Prof Dr Bambang Hero Saharjo MAgr, untuk membuka dan membersihkan lahan dengan cara bakar hanya memerlukan biaya Rp5 – 10 juta per hektare. Namun jika menggunakan alat berat dan zat-zat kimia lainnya, butuh biaya mencapai Rp45 – 50 juta per hektare.






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar