KONVERSI LAHAN MEMBAHAYAKAN 7 JUTA HA

Lumbung Beras Pulau Jawa Terancam !

Di Baca : 4426 Kali
Bandara Intenasional Kertajati Majalengka Jawa Barat

Pada saat itu juga saya mendatangi masyarakat di Kertajati, Majalengka. Keesokan harinya saya pimpin rapat di gedung sate kantor gubernur Jawa Barat dengan menghadirkan stakeholder. Pemerintah pusat bersikeras, gubernur Jawa Barat menolak tetapi karena proyek strategis nasional, maka pembangunan, penggusuran dan penghancuran tempat hunian masyarakat Kertajati tetap dilanjutkan. 

Di hadapan ribuan orang di Kertajati dan juga di kantor gubernur saya mewakili Komnas HAM menegaskan bahwa Kertajati tidak bisa dilanjutkan karena Majalengka dan Indramayu Lumbung Beras yang memberi makan jutaan rakyat Indonesia. 

Itulah sekelumit sedikit kisah perjuangan kami karena sedari awal telah tertanam di memori bahwa Majalengka dan Indramayu pusat produksi beras sebanyak 1 juta ton dari 30 juta ton kebutuhan nasional. 

Tidak dapat disangkal bahwa hari ini pemerintah berpolemik soal tata kelola pangan nasional khususnya beras. Rakyat dipertontonkan dengan sandiwara antar anggota kabinet tentang perlu tidaknya impor beras 1 juta ton, polemik tentang kepastian data/jumlah stock beras, BPS tidak mampu menghitung secara pasti angka postulat berdasarkan statistik meskipun menggunakan data berbasis geografis (geografical information system), Bulog berkeras kepala untuk tidak mau impor beras, kementerian pertanian tidak mampu mendorong produksi pangan dan mengendalikan petani gabah dan beras, demikian pula kementerian perdagangan masih mau memaksakan impor beras.

Itulah sandiwara yang dipertontonkan oleh pemerintah Jokowi-Jk 2014-2019 Karena katidakmampuan menuntun tata kelola pangan nasional. 

Persoalan pangan dan soal beras adalah soal mati hidupnya rakyat Indonesia namun pemerintah kewalahan, bahkan berantam di antara mereka. Bayangkan saja untuk menghidupi 263 juta penduduk Indonesia maka kita butuh 30 juta ton beras/tahun. Dengan kebutuhan 114 kg/kapita/tahun. Berdasaran perhitungan akhir tahun 2017, suplai beras gabah petani diperkirakan 81 juta ton atau 46 juta ton beras. 

Artinya kita masih memiliki surplus beras sebanyak 16 juta ton kalau itu sesuai target. Sedangkan kebutuhan beras nasional Perbulan rata-rata 2,2 juta ton. Sementara cadangan beras pemerintah hanya 1,182 juta ton. 

Persoalan beras tetap menjadi perhatian nasional dan akan terus menjadi polemik tahunan yang tidak akan bisa berhenti sepanjang hayat bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah tidak main-main, tidak bekerja musiman tetapi perlu proyeksi suplai dan demand dalam jangka waktu yang panjang. Kecenderungan pemerintah saat inj justru soal pangan dan beras dianggap tidak menjadi penting, pemerintah lebih mementingkan soal politik dan citra diri menghadapi tahun politik. Hasilnya kita menyaksikan sendiri indeks keberlanjutan pangan Indonesia nomor tiga terburuk di dunia. memalukan!

Kembali ke Majalengka dan Indramayu, bahwa pembangunan bandar udara internasioanl Kertajati memang penting bagi mobilitas orang, barang dan jasa, khususnya bagi masyarakat Jawa Barat, tetapi justru secara langsung akan mempengaruhi sumber beras nasional. 

Adanya pembangunan kawasan industri, pembangunan real estate, perkantoran dan dinamika mobilitas orang, barang dan jasa secara otomatis mengantarkan penduduk dari masyarakat agraris ke industri dan jasa. Demikian pula penyusutan lahan pertanian dan perkebunan menyebabkan tidak mungkin lagi menyumbang beras 1 juta ton dari 30 juta kebutuhan beras nasional. 

Tidak hanya Majalengka dan Indramayu juga Kerawang, seluruh pulau Jawa terancam sebagai Lumbung pangan karena Data Kementerian Pertanian menunjukkan luas lahan sawah 44 persen berada di Pulau Jawa memiliki luas lahan sawah 3,4 juta hektare, dari total persawahan di Indonesia mencapai 7,74 hektare.






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar