MELANJUTKAN PENDIDIKAN SUSAH

Perusahaan 'Sakiti' Warga

Di Baca : 2519 Kali

[{"body":"

Pangkalanlesung, Detak Indonesia<\/strong>--Hadirnya investor sejumlah perusahaan di Kecamatan Pangkalanlesung, Kecamatan Pangkalankuras, Kecamatan Langgam, sampai ke Gondai di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, dirasakan belum membawa manfaat dan belum meningkatkan kesejahteraan sebagian warga tempatan yang tinggal di sekitaran Hak Guna Usaha (HGU) dan Hutan Tanaman Industri (HTI) perusahaan tersebut. Warga merasa 'disakiti' oleh sejumlah perusahaan.<\/p>\r\n\r\n

Padahal tujuan Pemerintah Indonesia menghadirkan investor menanamkan investasinya diharapkan dapat mengubah ekonomi warga tempatan dan membuka kesempatan lapagan kerja bagi rakyat. Namun hal ini tidak dirasakan bagi Ayub dan putranya Andi  dan ratusan warga lainnya di Desa Kusuma Kecamatan Pangkalanlesung Kabupaten Pelalawan, Riau. Padahal di sekitar kampung warga ini dikelilingi sejumlah perusahaan, namun warga tempatan menderita, tiap bulan mengalami 'inflasi' alias 'kantong kering'.<\/p>\r\n\r\n

Kepada Detak Indonesia.co.id<\/em> beberapa keluarga nelayan Sungai Nilo mengisahkan semakin sulitnya kehidupan ekonomi warga tempatan sejak masuknya perusahaan perkebunan kelapa sawit di mana hutan alam dibuka, sungai semakin sedikit hasil ikannya, sementara warga tempatan tidak diikutsertakan dalam program KKPA perkebunan kelapa sawit atau perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI).<\/p>\r\n\r\n

 <\/p>\r\n","photo":"\/images\/news\/jet8uzntly\/4-foto-ayubok.jpg","caption":"Nelayan mencari ikan di tengah himpitan ekonomi. Sementara di sekitarnya berdiri perkebunan sawit, HTI, gas alam dan lain-lain, namun belum mengangkat ekonomi warga tempatan di Kecamatan Pangkalanlesung, Pangkalankuras, Langgam Kabupaten Pelalawan, Riau. (Foto Ist)"},{"body":"

Menurut Andi salah satu siswa SMA di Desa Kusuma yang orang tuanya nelayan di Sungai Nilo bernama Ayub, sebagian besar pemuda-pemudi di kawasan itu sekolah hanya sampai tamat SLTA saja itu sudah hebat. Untuk menyambung ke Perguruan Tinggi (PT) sangat sulit karena tidak ada biaya.<\/p>\r\n\r\n

"Banyak perusahaan di sekitar kampung kami ini seperti PT Arara Abadi (HTI), PT Musim Mas (perkebunan kelapa sawit), PT Bratasena (Kebun kelapa sawit) dan PT Langgam Inti Hibrindo (PT LIH) juga perusahaan kelapa sawit, tapi perusahaan ini tidak ada memperhatikan kesejahteraan kami para pemuda-pemudi di kampung ini. Padahal kami pemuda-pemudi di dekat perusahaan ini berharap juga dapat bekerja di perusahaan itu untuk meningkatkan kesejahteraan. Yang sejahtera itu mereka-mereka saja," cerita Andi.<\/p>\r\n\r\n

Yang sejahtera itu hanya sebagian warga yang mendapat kebun sawit pola KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk Anggota) saja di Desa Betung dekat dari lokasi Hak Guna Usaha (HGU) PT Musim Mas (PT MM). <\/p>\r\n\r\n

Demikian pula kisah orangtua Andi yakni Pak Ayub yang bekerja sebagai nelayan tradisional di Sungai Nilo. Ayub setiap hari mencari ikan di sejumlah sungai di kawasan Pangkalanlesung dan Pangkalankuras termasuk di Sungai Nilo. Dalam wawancara dengan Detak Indonesia.co.id Sabtu petang (4\/11\/2017) Ayub sedang memancing ikan di Sungai Nilo dan sudah dapat ikan baung 4 kg. <\/p>\r\n\r\n

Dengan tangkapan ikan baung ini diharapkan dijual di  pasar balai Pasar Pangkalanlesung. Biasanya hari pasarnya hari Kamis. Namun hari biasa seperti Ahad hasil tangkapan juga bisa diecer di Pasar Pangkalanlesung ini dengan harga Rp40.000 per kg. Dengan hasil penjualan ikan baung 4 kg dikali Rp40.000 didapat uang Rp160.000 dengan uang inilah Ayub bisa beli beras, garam dan lainnya termasuk biaya sekolah anak-anak.<\/p>\r\n\r\n

 <\/p>\r\n","photo":"\/images\/news\/jet8uzntly\/4-pks-mm-400.jpg","caption":"Pabrik kelapa sawit (PKS) dengan hamparan ribuan hektare kebun kelapa sawit di Kabupaten Pelalawan, Riau. (Foto Ist)"},{"body":"

Sudahlah hidup susah, malah adapula perusahaan yang menimbun pinggir sungai dengan benteng tanah setinggi hampir dua meter yang panjangnya mencapai ratusan meter bahkan ribuan meter untuk melindungi kebun sawit perusahaan itu dari genangan banjir Sungai Nilo dan Sungai Napuh di musim hujan. Saat turun hujan, benteng tanah penangkal luapan banjir Sungai Nilo dan Sungai Napuh ini turun ke sungai dan mengendap ke dasar sungai membuat dangkal sungai dan banyak tumbuh enceng gondok membuat sulit sampan nelayan mencari ikan. Selain itu hutan konservasi yang seharusnya dilindungi di kawasan ini kini sudah gundul, ludes dibabat, kayu alamnya sudah diambil orang tak bertanggung jawab yang tinggal lagi kayu alam Kelakap dan Rengas. Sekitar bulan Mei atau Juni 2016 lalu beberapa lahan terbakar di sana-sini nampak petugas pemadam perusahaan dari PT Arara Abadi (PT AA) memadamkan api.<\/p>\r\n\r\n

PT Bratasena yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit ada membuat benteng tanah ini untuk melindungi tanaman sawitnya dari banjir Sungai Nilo. Tanah galiannya didapat dari hasil galian tanah yang akhirnya menjadi kanal di tanah gambut di dalam kebun sawitnya tak jauh dari Sungai Nilo.<\/p>\r\n\r\n

Di tempat terpisah, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) DPP Independen Pembawa Suara Pemberantas Korupsi, Kolusi, dan Kriminal Ekonomi (IPSPK3) RI, Ir Ganda Mora yang juga sedng menyelesaikan S-2 Bidang Lingkungan di Universitas Riau ini menjelaskan bhwa perusahaan tidak bisa sembarangan saja menimbun atau membuat benteng tanah dekat dari sungai dengan menggali tanah dan dijadikan kanal tanpa ada izin Amdal (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) dari instnasi pemerintah Badan Lingkungan Hidup (BLH).<\/p>\r\n\r\n

"Sesuai Undang-Undang Nomor 35\/2015 tentang Pemeliharaan dan Pegelolaan Lingkungan Hidup perusahaan harus taat hukum dan tidak semaunya mengelola lingkungan hidup, apalagi menggali tanah dan ditimbun untuk benteng penangkal banjir Sungai Nilo dan Sungai Napuh di Pelalawan. Atas laporan warga ini kami tentu akan segera turun ke lapangan untuk melakukan investigasi dan akan membuat laporan resmi nantinya," kata Ir Ganda Mora.(azf) <\/strong><\/p>\r\n","photo":"\/images\/news\/jet8uzntly\/4-lahan-konservasi-di-hgu-musim-masok.jpg","caption":"Hutan konservasi seluas 1.600 hektare di antaranya terdapat di dalam lahan HGU di Kabupaten Pelalawan, Riau hutan alamnya sudah ludes dibabat dan kayu alamnya dicuri dan lahannya ditanami sawit. Sebagian lahan konservasi yang seharusnya dilindungi ini merupakan lahan gambut kini sudah ditanami sawit oleh oknum tak bertanggung jawab. (Foto Ist)"}]






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar