PERINTAH PRESIDEN RI JOKO WIDODO

700 Perusahaan Sawit Ilegal di Riau Akan Ditindak Tegas

Di Baca : 2854 Kali
foto atas, Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, Rasio Ridho Sani (tengah), Kepala operasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Mahfud (kiri), Kasi Wilayah II Balai Gakum LHK Wilayah Sumatera Eduward Hutapea (kan
[{"body":"

Pekanbaru, Detak Indonesia<\/strong>-Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI melalui Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Rasio Ridho Sani menegaskan bahwa perintah tegas dari Presiden RI Joko Widodo kepada Kementerian LHK adalah menindak tegas aktivitas illegal logging, perambahan hutan secara non prosedural di seluruh Indonesia.<\/p>\r\n\r\n

Termasuk hutan yang dibuka lalu ditanami sawit dan lain-lain yang dilaporkan Pansus Komisi A DPRD Riau dan Koalisi Rakyat Riau (KRR) yang merilis ada sekitar 700 perusahaan di Provinsi Riau yang menanam sawit secara non prosedural atau ilegal di kawasan kehutanan.<\/p>\r\n\r\n

Hal ini ditegaskan Dirjen Gakkum Kementerian LHK RI, Rasio Ridho Sani saat meninjau tujuh alat berat ekskavator hasil tangkapan aparat Pengamanan Hutan kantor Seksi Wilayah II Balai Gakum LHK Wilayah Sumatera di Jalan HR Soebrantas Panam Km 8,5 Pekanbaru Jumat (3\/2\/2017).<\/p>\r\n\r\n

Menurut Rasio, salah satu tantangan yang dihadapi saat ini adalah berkaitan dengan perkebunan non prosedural atau tidak melakukan izin.<\/p>\r\n\r\n

"Kami akan melakukan upaya-upaya penegakan hukum dan lain-lain yang sedang dilakukan dan identifikasi keseluruhan yang ada. bahkan pengumpulan data dari berbagai pihak termasuk identifikasi ke lapangan. Kebun-kebun yang jumlahnya 700 perusahaan itu sedang kami lakukan identifikasi di lapangan. kami akan tegakkan hukum atas kasus-kasus ini," tegas Rasio Ridho Sani.<\/p>\r\n\r\n

Hal ini kata Rasio akan dilakukan secara bertahap membutuhkan dukungan dari media dan masyarakat.<\/p>\r\n\r\n

"Saya berterima kasih teman-teman media datang ke sini. Hitungan kami atas 700 perusahaan yang buka lahan secara non prosedural ini sangat besar kerugian negara. Ilegalnya macam-macam, kayu tak bayar, kebun tak bayar PBB, dan pajak-pajak lainnya," tambah Rasio.<\/p>\r\n\r\n

Prioritas Kementerian LHK kata Rasio adalah penegakan hukum. Itulah sebabnya kata Rasio dirinya sudah lama berada di Riau dan tak ada yang mengetahui dirinya berada di Riau ini.<\/p>\r\n\r\n

Menurut Rasio, pihak Kementerian LHK tidak akan memutihkan atau memasukkan peta lahan 700 perusahaan sawit ilegal yang membuka hutan dan lahan secara non prosedural (kawasan Holding Zone) yang ditanami sawit di Riau itu ke dalam usulan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Riau pada 2017.<\/p>\r\n\r\n


\r\nSeperti diberitakan media di Riau baru-baru ini, sebanyak 33 perusahaan kebun kelapa sawit termasuk di dalamnya perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) dari 700 perusahaan yang membuka lahan secara nonprosedural di Provinsi Riau kembali dibedah, dibahas, dirangkum pasca Pansus Komisi A DPRD Riau oleh Koalisi Rakyat Riau (KRR) di Gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, di Jalan Diponegoro Pekanbaru, Rabu tahun lalu (7\/12\/2016).<\/p>\r\n\r\n

Rapat KRR ini dipimpin langsung Koordinatornya Fachri Yasin dihadiri beberapa perwakilan organisasi NGO\/LSM, pemerhati lingkungan hidup, pemerhati kehutanan, media massa, dan lain-lain.<\/p>\r\n\r\n

Fachri Yasin dkk mendesak ketegasan Pemerintah (Kementerian LHK) melakukan penegakan hukum terhadap 33 perusahaan dan perkebunan sawit yang terindikasikan merugikan negara karena beroperasi secara nonprosedural antara lain tanpa izin pelepasan kawasan hutan.<\/p>\r\n\r\n

"KRR menganalisa kerugian negara yang diakibatkan oleh ke-33 perusahaan dan perkebunan sawit tersebut mencapai Rp2,5 triliun. KRR merujuk pada hasil rekapitulasi data Pansus Monitoring dan Evaluasi Perizinan HGU, IUP, IUPHHK-HT, IUPHHK-HA, IUPHHK-RE, IUPHHBK, dan HTR yang dirilis Pansus bentukan DPRD Riau pada 2015," kata Fachri Yasin.<\/p>\r\n\r\n

Menurut Fachri Yasin, data ini hanya secuil, yakni 33 perusahaan sawit dari 700 perusahaan HTI dan sawit yang diindikasikan merugikan negara di Riau dengan total kerugian negara sekitar Rp35 triliun. Ia menegaskan penegakan hukum harus dilakukan pihak berwenang sehingga kerugian negara bisa dikembalikan untuk negara. Ke-33 perusahaan ini berani membuka lahan tanpa izin, langsung saja menanam sawit atau tanaman HTI padahal lahan yang ditanami itu masih status kawasan hutan yang belum dilepas oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.<\/p>\r\n\r\n

Total potensi kerugian dari kebun sawit yang ditanam secara nonprosedural oleh 33 perusahaan ini di seluruh kabupaten\/kota di Riau Rp2.534.759.665.175. Adapun luas kebun yang berizin pelepasan kawasan hutan 263.849 hektare, dan Pemerintah menerbitkan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 141.510 hektare. Namun realisasi di lapangan melinjak 396.167 hektare. "Angka ini tentu melonjak lebih dua kali lipat dari total HGU yang diterbitkan BPN," kata Fachri Yasin.<\/p>\r\n\r\n

Temuan ini menyebutkan total penanaman di luar pelepasan kawasan dan di dalam HGU (hektare) serta di luar pelepasan kawasan dan di luar HGU (hektare) masing-masing adalah 32.285 hektare dan 71.809 hektare.<\/p>\r\n\r\n

Potensi kerugian dari bagian kebun sebesar Rp2.183.479.665.175 (Rp2,18 triliun), sedangkan kerugian dari Pabrik Kebun Sawit (PPH) Rp341.280.000.000 (Rp341 miliar). KRR menyebutkan sejumlah perusahaan sawit yang merugikan negara dengan nilai fantastis seperti PT JJP sebesar Rp116.894.980.000, PT Hut Rp105.739.680.000, PT CS Rp127.759,980.000 dan PT SIP Rp109.835.380.000.<\/p>\r\n\r\n

KRR merekomendasikan berdasarkan temuan Pansus dan kajian KRR ini, pertama meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (LHK-RI) agar melakukan penyelidikan dan penyidikan, penindakan terhadap perusahaan sawit yang telah membuka mengembangkan kebun sawit pada kawasan hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 878\/Menhut-II\/2014 pada tanggal 29 September 2014 tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau.<\/p>\r\n\r\n

Kedua, meminta Kementerian Pertanian dan Kementerian Agraria dan tata Ruang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, penindakan terhadap perusahaan sawit yang telah mengembangkan kebun sawit di luar HGU yang diberikan.<\/p>\r\n\r\n

Ketiga, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyelidikan terhadap Aparatur Negara dan Korporasi atas dugaan terjadinya tindak pidana korupsi pada perusahaan sawit di dalam kawasan hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 878\/Menhut-II\/2014 tanggal 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau.<\/p>\r\n\r\n

Keempat, Pemerintah Provinsi Riau harus membuat payung hukum\/Perda tentang retribusi aset lahan ke masyarakat Riau pada objek temuan Pansus DPRD Riau.<\/p>\r\n\r\n

Kelima, Pemerintah Provinsi Riau harus membuat payung hukum\/Perda tentang Land Amnesty.(azf)<\/strong><\/p>\r\n\r\n


\r\n <\/p>\r\n","photo":"\/images\/news\/ws2ds\/3-dirjen-lhk-ya.jpg","caption":"foto atas, Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, Rasio Ridho Sani (tengah), Kepala operasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Mahfud (kiri), Kasi Wilayah II Balai Gakum LHK Wilayah Sumatera Eduward Hutapea (kanan) beri keterangan pers kepada wartawan di Pekanbaru tentang penangkapan delapan alat berat yang membuka hutan dan lahan secara ilegal. Foto bawah sejumlah alat berat yang diamankan di Kantor Seksi Wilayah II Balai Gakum LHK Wilayah Sumatera Jalan HR Soebrantas Km 8,5 Panam Pekanbaru, Jumat (3\/2\/2017).(Aznil Fajri\/Detak Indonesia.com)"}]






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar