DIRJEN KSDAE

Jangan Khawatir, Permen LHK 20/2018 Tidak Berlaku Surut

Di Baca : 7298 Kali
Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Ir Wiratno MSc

Jakarta, Detak Indonesia--Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Selasa, 7 Agustus 2018, KLHK melalui Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Ir Wiratno MSc, meminta masyarakat tidak perlu khawatir dengan keluarnya Peraturan Menteri (Permen) LHK Nomor 20 Tahun 2018.

Ia menilai, kekhawatiran masyarakat akhir-akhir ini diakibatkan karena banyaknya penyebaran berita yang tidak benar atau hoax di masyarakat. Pihaknya berjanji secara terus menerus akan melakukan sosialisasi, edukasi, bahkan hingga pendampingan, sehingga masyarakat akan sama-sama terlibat dalam menjaga kekayaan alam Indonesia.

''Jangan khawatir, Permen LHK 20/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, tidak berlaku surut. Jadi tidak benar yang sedang melihara atau menangkar burung seperti murai batu, pleci, cucak rawa, dll akan dipidana. Itu hoax,'' tegas Wiratno melalui rilis pada media, Selasa (7/8/2018).

Melalui Permen LHK 20/2018, justru pemerintah dalam hal ini KLHK, ingin agar satwa tersebut terjaga kelestariannya. Karena berdasarkan kajian LIPI, jenis-jenis burung tersebut sudah langka habitatnya di alam, meski saat ini banyak ditemukan di penangkaran. Penetapan hewan dilindungi sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, kriterianya yaitu mempunyai populasi yang kecil, adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam, dan daerah penyebaran yang terbatas (endemik).

''Kajian LIPI ini sudah sejak 2015, jadi sudah lama. Data dari LIPI, dalam kurun waktu tahun 2000 sampai saat ini, terjadi penurunan populasi burung di habitat alamnya lebih dari 50 persen. Itu jumlah yang sangat besar sekali,'' kata Wiratno.

Untuk meningkatkan jumlah populasi di habitat aslinya, telah dilakukan berbagai upaya konservasi di habitat atau insitu. Namun apabila tindakan konservasi insitu tidak berhasil, maka dilakukan tindakan konservasi eksitu, yaitu dengan melakukan kegiatan penangkaran yang hasilnya 10 persen harus dikembalikan ke alam (restocking).

''Jadi tidak benar kalau penangkaran burung dilarang. Justru kita ingin mengatur dan menertibkan, agar terdata dengan lebih baik jumlah populasi habitat aslinya di alam,'' jelas Wiratno.






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar