Ancaman Tambang, Perampasan Tanah Adat dalam Perda Riau No. 10/2015 Dibatalkan MA
Even Sembiring, Manajer Kajian Kebijakan WALHI Nasional menyebutkan bahwa pembatalan Pasal 16 ayat (1) Perda Nomor 10/2015 tidak kian memperparah permasalahan terkait dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang sering abai terhadap kepentingan HAM dan lingkungan hidup.
“Kepentingan daerah dalam ketentuan Perda apabila diterapkan berpotensi disalahgunakan untuk aktivitas perampasan hak ataupun tanah masyarakat hukum adat dengan dalil kepentingan daerah. Pembatalan perluasan pemaknaan kepentingan umum dalam Perda Nomor 10/2015, merupakan suatu yang sangat tepat, karena Mahkamah Agung melihat secara substansi ketentuan Perda yang mengancam hak yang dimiliki oleh Masyarakat Hukum Adat,” sebut Even.
Dalam proses uji materil terhadap Perda 10/2015 diinisiasi oleh WALHI Riau namun menyadari keterbatasan hak gugat organisasinya, maka WALHI Riau bersama LBH Pekanbaru selaku penerima kuasa memutuskan bahwa keterlibatan Masyarakat Hukum Adat selaku pemohon lebih relevan sebagai pihak yang berpotensi atau mengalami kerugian secara langsung.
Aditia Bagus Santoso, Direktur LBH Pekanbaru yang juga sekaligus Kuasa Para Pemohon menyatakan bahwa mengapresiasi putusan Mahkamah Agung yang dipimpin oleh Dr H Supandi SH MHum, sebagai Ketua Majelis bersama-sama dengan Is Sudaryono, S.H., M.H., dan Dr. Irfan Fachrudin, S.H., C.N., sebagai Hakim Anggota. “Walaupun tidak keseluruhan permintaan dalam permohonan uji materiil tersebut dikabulkan, terdapat dua Pasal yang dicabut yang merupakan ketentuan utama yang menjadi ancaman sekaligus pereduksian makna pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat,” tegas Adit, biasa ia disapa.
Tulis Komentar