AHLI IPB: 

Jokowi Digugat karena Kegagalan Pendahulunya Atasi Karhutla

Di Baca : 3785 Kali
Sebanyak 233 titik panas (hotspot) kebakaran hutan dan lahan terpantau oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Sabtu (25/8/2018).

Jakarta, Detak Indonesia--Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Bambang Hero Saharjo MAgr mengungkapkan sejarah 'kelam' dan panjang Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Indonesia. Kejadian Karhutla tahun 2015 katanya, menjadi akumulasi bencana dari ketidakseriusan penanganan Karhutla di masa pemerintah sebelumnya.

''Karhutla yang paling diingat terjadi tahun 1997/1998, dimana saat itu luas yang terbakar mencapai 10-11 juta ha, dengan dampak yang sangat buruk,'' kata Bambang pada media, Sabtu (25/8/2018).

Ketika itu bencana asap melumpuhkan banyak aktivitas masyarakat. Puluhan juta rakyat Indonesia, termasuk negara-negara ASEAN, mengalami dampak kebakaran yang begitu dahsyat.

''Penanganan kebakaran yang itu-itu saja membuat kebakaran terus berulah di hampir setiap tahun setelahnya,'' kata Bambang.

Karhutla yang cukup besar kembali terjadi di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tahun 2006 kata Bambang, Presiden SBY menggaungkan kampanye 'perang terhadap bencana asap', dengan melibatkan seluruh stake holders di Sumatera Selatan. Saat itu perintah Presiden, Karhutla harus diatasi mulai tingkat tapak.

''Namun kebakaran besar tetap saja terjadi tahun 2013, sehingga untuk kesekian kalinya, Presiden RI harus minta maaf kepada negara tetangga karena asap lintas batas akibat karhutla di negara kita,'' ungkap pakar kebakaran hutan dan lahan ini.

Pemerintah benar-benar dibuat seolah tak berdaya. Tahun 2014, Karhutla kembali terjadi dengan tidak kalah hebatnya seperti kejadian tahun-tahun sebelumnya.

Negara Singapura tampaknya sudah di ambang batas kesabaran karena selalu ikut merasakan dampak bencana asap. Pada tahun yang sama, Singapura akhirnya mengeluarkan 'Transboundary act'.

''Pemerintah Singapura melegalkan penangkapan atas para bos korporasi, meskipun itu bukan warga negara mereka, yang diduga berada di balik bencana asap yang menyelimuti negara mereka dan membuat penderitaan warganya,'' kata Bambang.






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar