Sudah waktunya ditertibkan

Marak PKS Tanpa Kebun di Provinsi Riau

Di Baca : 4175 Kali
Foto ist

“Pabrik Kelapa Sawit (PKS) berdiri tanpa kebun akan menjadi stimulan memperluas kerusakan lingkungan dan merugikan negara dari sektor pajak”

Pekanbaru, Detak Indonesia – Maraknya pendirian pabrik kelapa sawit (PKS) tanpa kebun sawit salah satu penyebabnya diakibatkan penipuan data yang dilakukan pihak pengusaha dalam pengajuan izin kepada pemerintah.

Ir Ganda Mora MSi dari Barisan Relawan Jalan Perubahan (BARAJP) menilai pihak yang berkompeten tidak melakukan cek dan ricek ke lapangan, karena mereka hanya mengejar target pendapatan dari penerbitan izin yang mereka keluarkan.

“Cara mendapatkan izin dari pihak terkait, misalnya pada kantor pelayanan terpadu (KPT) dan kantor Badan Lingkungan Hidup (BLH). Si pengelola PKS sudah melakukan penipuan terhadap pemerintah. Jadi ketika PKS itu beroperasi terjadilah berbagai masalah sosial dan kriminal,” kata Ganda, dari Alumni Pasca Sarjana Lingkungan Universitas Riau (UR) Pekanbaru menyikapi maraknya PKS di daerah-daerah Riau.

Menurutnya, banyak masyarakat berdemo meminta PKS ditutup akibat limbahnya mencemari lingkungan.

"Inikan contoh kejadian yang nyata dari manipulasi data dalam pengajuan penerbitan izin, ada lagi contoh tanda tangan masyarakat di sekeliling PKS dimanipulasi, yang menyatakan setuju PKS itu didirikan,” jelasnya kepada wartawan.

Seharusnya, kantor BLH sebelum menerbitkan izin yang dimohonkan pengelola PKS tentang AMDAL/UKL-UPL harus dilakukan pengujian. Tiga bulan sebelum izin diterbitkan, BLH harus wajib memberitahukan kepada publik/masyarakat setempat yang daerahnya akan didirikan PKS.

“Kantor KPT juga bisa membatalkan atau tidak mengeluarkan surat izin tempat usaha (SITU), surat izin usaha perdagangan (SIUP) surat izin keterangan tempat usaha (SKITU) , dan izin lainnya yang dibutuhkan PKS tanpa memiliki kebun itu,” sebutnya.

Akibatnya, kata Ganda, jika PKS berdiri tanpa kebun pemilik perkebunan kelapa sawit merasa resah dihadapkan kehilangan buah, produksi merosot akibat kasus pencurian. Selain itu bisa jadi PKS membeli TBS dari suplayer TBS yang tak jelas, selain itu tidak ada petani sawit kemitraan. 

“Jika PKS berdiri mengabaikan aturan, berakibat limbah PKS nya dibuang ke sungai dengan saluran pipa terpendam yang berujung limbah cair mencemari sungai,” sebutnya mencontohkan kasus-kasus terjadi di daerah Riau.

Padahal PKS tanpa kebun ini melanggar Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 98 tahun 2013. Yang pada butir pasal 10, 11, usaha industri hasil perkebunan untuk mendapatkan Izin Usaha Perkebunan Pengolahan (IUP-P) harus memenuhi penyediaan bahan baku paling rendah 20 persen dari kebun sendiri, dan kekurangannya dari kebun masyarakat/perusahaan perkebunan lain melalui kemitraan pengolahan berkelanjutan.

Jumlah PKS yang tidak memiliki kebun sendiri di Provinsi Riau dinilainya telah berlebih dan keberadaan mereka diyakini dapat memicu persaingan tidak sehat dalam mendapatkan tandan buah segar kelapa sawit dan konflik sosial antar petani.

“Kalaupun diberikan izin, Pemerintah yang memberikan izin pembangunan PKS, hendaknya mempertimbangkan kembali lokasi yang layak, agar semua PKS memiliki minimal 20 persen bahan produksinya berasal dari kebun sendiri,” pungkasnya.

Selain tidak memiliki lahan perkebunan maka bisa saja bekerjasama dengan perambah hutan di sekitarnya yang berasal dari hutan lindung ataupun kawasan hutan lainnya, dengan demikian PKS bisa menciptakan stimulan di perusahaan dan memperluas areal perambahan hutan, yang mengakibatkan meluasnya deforestasi hutan yang berujung perusakan lingkungan serta kerugian negara akibat tidak membayar pajak. (*/di/azf)






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar