POTENSI PARIWISATA MELIMPAH, PERLU PERHATIAN GUBERNUR ACEH

Areal Parkir Kendaraan di Obyek Wisata di Aceh Sangat Minim, Parah Ini !

Di Baca : 787 Kali
Macet kendaraan di depan Museum Tsunami Aceh di Banda Aceh, Ahad (12/2/2023) karena tidak tersedianya areal parkir kendaraan di lokasi obyek wisata budaya itu. Padahal hampir tiap hari menangguk rupiah tapi belum mendapat perhatian pemerintah. (azf)

Laporan : Aznil Fajri, langsung dari Sabang dan Banda Aceh

Banda Aceh, Detak Indonesia--Sarana-prasarana pendukung pariwisata di beberapa destinasi wisata di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sangat terbatas dan minim, perlu mendapat perhatian Gubernur Aceh.

Misalnya lokasi parkir kendaraan yang sempit, dan malah tidak ada lokasi parkir kendaraan sama sekali. Mengakibatkan macet kendaraan dekat obyek wisata yang dikunjungi wisatawan. Ini perlu mendapat perhatian serius kepala daerah di NAD ini.

Apalagi pada 2023 ini Indonesia pasca Covid-19 sedang berpacu, menggenjot sektor pariwisata sebagai income andalan untuk Negara dan rakyat Indonesia. Ini tentu perlu mendapat perhatian serius kepala daerah merencanakan bersama rekanan konsultan dan para kontraktor dan menganggarkan anggaran pembangunannya dengan baik.

 

Salah satu contoh yang tak ada areal parkir kendaraan di lokasi obyek wisata di Aceh adalah di Museum Tsunami Aceh di Kota Banda Aceh, kemudian di obyek wisata bahari di Pulau Sabang. Di Pulau Sabang mau menyeberang ke Pulau Rubiah yang ada obyek wisata bahari snorkling dan diving itu, atm BSI tak berfungsi. Beberapa wisatawan mengeluhkan sangat akan hal ini dan berharap atm sebagai prasarana vital untuk pelayanan wisatawan di obyek wisata harus kondisi prima terus, jangan tak bisa berfungsi seperti kejadian di hari Sabtu kemarin (11/2/2023).

Di Museum Tsunami Aceh, dua bus rombongan berisi 94 wartawan PWI Riau tiba bersama  kendaraan yang ditumpangi wisatawan asing dari Malaysia. Rombongan berkunjung ke museum kebudayaan itu berhenti menurunkan penumpang di pinggir jalan dan mengundang macet, ini kareta tak tersedianya areal parkir.

 

Padahal obyek wisata Museum Tsunami ini merupakan lumbung yang menyedot banyak rupiah dari kantong wisatawan sekali masuk wisatawan wajib dan tak ada kata sunnah bayar Rp35.000 per wisatawan. Pada hari biasa saja ratusan wisatawan datang, apalagi hari libur Sabtu dan Ahad sangat melimpah wisatawan mengantar rupiah ke situ.

Masukan untuk Gubernur Aceh, untuk mengatasi kebuntuan tak adanya areal parkir di Museum Tsunami Aceh, terutama untuk bus-bus berbadan besar dan panjang yang ditumpangi wisatawan, maka sedikit-sebagian Lapangan Blang Padang di depannya, bisa diambil diplanning lahannya sedikit dibangun untuk areal parkir kendaraan rombongan wisatawan.

 

Parit besar pembatas antara Lapangan Blang Padang dengan jalan besar di depan Museum Tsunami Aceh bisa dibangun jembatan mini agar kendaraan wisatawan bisa masuk ke areal parkir. Existing soft material seperti pohon pelindung di situ bisa dipertahankan, jangan ditebang. Tapi hard material di lapangan itu seperti semenisasi areal jogging sebagian bisa ditiadakan. Intinya ada yang bisa dipertahankan dan ada yang harus dibuang. Ini tergantung hasil perencañaan arsitek lansekap bersertifikat yang mengkajinya secara matang. Jika areal parkir dibangun dekat Museum Tsunami Aceh ini, tak ada lagi macet di depan museum itu.

Lapangan Blang Padang Banda Aceh, adalah sebuah lapangan yang luas terhampar di jantung Kota Banda Aceh, dekat sebelah utara Masjid Raya Baiturrahman dan sebelah selatan dengan Musium Tsunami, ada Korkof (kuburan belanda) dan sebelah timur dengan Taman Bermain Sore (Taman Sari) dan sebelah barat dengan Rumah Sakit Ibu Anak, di dalam lapangan juga terpancang sebuah duplikat pesawat RI 1 hibah rakyat Aceh untuk Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan, dan juga ada kuliner khas Aceh di samping pesawat tersebut dan rumput-rumput menghijau yang dipotong rapi membuat suasana indah dan nyaman untuk dikunjungi.

Wisatawan nonton peristiwa sejarah datangnya bencana Tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 secara visual layar besar dalam gedung Museum Tsunami Aceh, Ahad (12/2/2023).

Terakhir kesadaran pelaku wisata di bidang kuliner di NAD ini belum maksimal menghadirkan makanan khas laut Aceh di lokasi obyek wisata yang dikunjungi wisatawan. Baik pemerintahnya, yang menerima kunjungan muhibah maupun pelaku usaha kuliner wisata, mereka suka menyajikan makanan cepat saji seperti hanya ayam potong. Padahal perairan laut Aceh, Sabang, Pulau We adalah lumbung penghasil ikan. Namun wisatawan minim bisa menikmati ikan khas Aceh seperti ikan belang-belang, ikan tabi-tabi, ikan tanduk, kakap merah, tenggiri, tongkol kecil, tongkol besar/ame-ame, ikan dencis/ikan gerga, kerapu, tanduk-tanduk, ikan jarang gigi, ikan alu-alu/ikan panjang moncong, ikan todak-todak/ikan panjang moncong, dan ikan timpik/tongkol kecil/ikan serai. (***)






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar