DI PEKANBARU RIAU

Lamban Proses Hukum Korupsi Proyek Drainase Paket B

Di Baca : 2128 Kali
Kantor baru Kejari Pekanbaru.(Foto net)

Pekanbaru, Detak Indonesia--Lambannya  proses pemeriksaan kasus proyek pembangunan drainase Paket B Jalan Soekarno Hatta Pekanbaru, Riau oleh Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, jajaran aktivis Presidium Pusat (PP) Gabungan Aksi Mahasiswa Alumni Riau (GAMARI) menyerukan, agar Kajagung melalui Jaksa Muda Pengawas Kejaksaan Agung Republik Indonesia, untuk segera menarik dan memutasi jabatan Suripto dari kursi Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pekanbaru.

Hal itu disampaikan Larshen Yunus, selaku Ketua PP GAMARI ketika mendengar laporan dari Koordinator Kampus Universitas Islam Riau (GAMARI Cabang Kampus UIR), Pekanbaru yang Senin siang (26/11/2018) mendatangi kantor Adyaksa itu, namun lagi-lagi tidak berhasil menerima informasi yang jelas, perihal Laporan PP GAMARI yang lebih kurang dua bulan mengendap.

Adapun laporan yang dimaksud, terkait kasus permasalahan dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada saat proyek pembangunan drainase Jalan Soekarno Hatta Pekanbaru, yakni pada Paket B (simpang Mall SKA – simpang Pasar Pagi Arengka) Pekanbaru, Riau.

“Senin siang (26/11/2018) dinda Daniel bersama kawan-kawan kembali mendatangi Kantor Kejari Pekanbaru, namun sama seperti biasanya, mereka sama sekali tidak memperoleh penerangan terkait Laporan tersebut,” ungkap Yunus, sapaan akrab Ketua PP GAMARI.

Menurutnya, bahwa PP GAMARI menduga PT Razasa Karya selaku Perusahaan Pelaksana dan PT Raissa Gemilang selaku Perusahaan Pengawas Pekerjaan dalam Proyek Paket B tersebut, telah Melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yakni pada Pasal 18 Ayat (3), yang menyatakan bahwa Pejabat yang menandatangani dan atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD, bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.

Perusahaan tersebut juga diduga kuat telah melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015, baik itu pada Pasal 6, Pasal 11 Ayat (1) huruf d dan e, Pasal 51 Ayat (2) huruf c, Pasal 89 Ayat (2a), Pasal 95 Ayat (1) dan (4), Lampiran III.A.10.c.2).s) serta Lampiran III.B.I.f.9).c). (2). 

Maka sekali lagi ditegaskan, bahwa dari hasil audit BPK RI Perwakilan Provinsi Riau, menyatakan bahwa pengerjaan Proyek Drainase pada Paket B, terjadi Kelebihan Pembayaran sebesar Rp1.366.898.549,39
Menurut mantan Ketua EW LMND Riau itu, bahwa Konsultan Pengawas tidak cermat dalam melaksanakan tugasnya sebagai Pengawas Pekerjaan, PPK tidak cermat mengendalikan pelaksanaan kontrak dan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan juga terbukti tidak cermat dalam menerima hasil Pekerjaan Proyek tersebut (Paket B).

Maka, atas temuan tersebut, aktivis Anti Korupsi di bawah naungan bendera PP GAMARI telah melakukan beberapa upaya, yakni melaporkan dugaan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Kontraktor yang mengerjakan Proyek Pembangunan Drainase Jalan Soekarno Hatta (Simp SKA – Simp Pasar Pagi Arengka) Paket B,  yang telah merugikan Keuangan Negara pada postur APBD Provinsi Riau tahun anggaran 2016, sebesar Rp11.636.205.000.

Menurut Larshen Yunus, laporan tersebut disampaikan langsung dengan beberapa berkas pendukung lainnya. 

“Kami laporkan kasus itu kepada Bapak Presiden RI melalui Kantor Sekretariat Negara, ke Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK-RI), ke Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI) serta ke Kantor Kejaksaan Agung Republik Indonesia melalui Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan,” tuturnya.

Informasi dari data-data yang dimiliki, bahwa kedua Pengerjaan Proyek Drainase tersebut (Paket A  &  Paket B) dilaksanakan dalam waktu yang sama dan dengan beberapa spesifik yang juga sama. 

"Temuan kami menunjukkan, bahwa justeru terlebih dahulu Paket B yang diketahui terdapat masalah, dengan keluarnya hasil Audit BPK pada tahun 2016 yang lalu, sementara Paket A baru sekitar bulan Juli hingga bulan Oktober 2018 lalu terdapat hasil Permohonan Audit dari Penyidik kepada BPKP Provinsi Riau," sambungnya.

Menurut Yunus, sapaan akrab Ketua PP GAMARI itu, bahwa kenapa justeru Paket A yang duluan ditindak ketimbang Paket B yang terlebih dahulu diketahui terdapat penyimpangan dari BPK RI ?!”.

Kabarnya 5 (Lima) orang para kontraktor Paket A telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah dijebloskan ke Rutan, sementara pengungkapan kasus pada Paket B, sampai saat ini (26 November 2018) belum juga menemui titik terang.  Metode pelaksanaan rekanan yang masuk dalam dokumen penawaran telah dilakukan evaluasi teknis oleh ULP yang tentunya menjadi syarat dalam setiap melakukan pengadaan serta juga diatur dalam kontrak antara PPK dengan PT Razasa Karya, tetapi justru adanya dugaan kuat yang dilanggar oleh para kontraktor yang mengerjakan Paket B tersebut.

Pada akhirnya aktivis PP GAMARI menyimpulkan, bahwa hasil penghitungan ulang yang dilakukan oleh Auditor BPK RI Perwakilan Provinsi Riau menunjukkan telah terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp1.366.898.549,39  (Satu Miliar Tiga Ratus Enam Puluh Enam Juta Delapan Ratus Sembilan Puluh Delapan Ribu Lima Ratus Empat Puluh Sembilan Tiga Puluh Sembilan Rupiah). 

“Kami sudah hampir jenuh ! Bagi kami segera Copot dan Mutasi Kajari Pekanbaru. Karena memang pola dan upayanya dalam memajukan keadilan sosial dan penegakan hukum di Kota ini sangatlah lemah,” katanya.

Sebelumnya Kepala Kejaksaan Negeri Pekanbaru melalui Kasi Intel Ahmad Fuadi SH menegaskan masalah proyek drainase paket B dari Simpang Mall SKA sampai Pasar Pagi Arengka Pekanbaru hal selanjutnya yang akan ditangani Kejari Pekanbaru. (*/di)






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar