Agustus-September 2019 Puncak Musim Kemarau

Kebakaran Hutan di Riau Masih Terjadi

Di Baca : 1507 Kali
Konferensi pers di Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Jumat (29/3/2019).(Puteri Juwita/Detak Indonesia.co.id)

Jakarta, Detak Indonesia--Jumat, 29 Maret 2019 BNPB melaksanakan konferensi pers yang biasa rutin dilakukan tiap akhir bulan untuk melaporkan bencana-bencana yang terjadi serta penanggulangan bencana yang telah dilakukan. Mulai dari banjir yang terjadi di Kulonprogo sampai merendam bandara, keadaan Gunung Sinabung yang stabil cenderung turun, dan Gunung Bromo yang aman selama tidak memasuki radius 1 km dari kawah. 

Saat ini BNPB telah memiliki enam sensor seismik yang berfungsi untuk monitoring aktifasi kegempaan ditambah sistem INASEIS untuk monitoring gempa di Selat Sunda untuk mengolah dan menganalisis gempa lokal ditambah satu 1 HF radar yang berada di Mambruk Anyer yang berfungsi untuk memonitoring arus laut dan tsunami juga BNPB melakulan penanaman hutan pantai di daerah Sumatera Barat yang berfungsi untuk mereduksi dan perangkap puing tsunami.

Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, pada Hari Kesiapsiagaan 26 April 2019 mendatang BNPB mengadakan kegiatan bertema "Perempuan Menjadi Guru Siaga Bencana, Rumah Menjadi Sekolahnya" dengan target 50 juta partisipan yang akan dilakukan di beberapa tempat seperti lingkungan sekolah, perkantoran, tempat ibadah, kawasan perdagangan industri, pemukiman yang rentan terjadi bencana, kawasan obyek vital, dan puncaknya akan dilaksanakan di Patahan Lembang Jawa Barat yang akan melibatkan rekan-rekan media.

Pada kesempatan ini Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan dari data yang ada telah terjadi 1.107 kejadian bencana alam dari Januari sampai Maret 2019 dan wilayah yang paling banyak memakan korban adalah banjir bandang di Sulawesi Selatan dan Sentani.

Di mana penyebab banjir bandang Sentani adalah kombinasi di antaranya faktor alam yaitu curah hujan 248,5 mm selama 7 jam dan diikuti longsor yang membendung alur-alur sungai sehingga volumenya besar lalu jebol menghantam wilayahnya dan ini merupakan karakteristik banjir bandang yang terjadi di Indonesia ditambah faktor kerusakan hutan yang telah terjadi sejak tahun 2003.

Ini ditambah banyaknya rumah yang dibangun di zona-zona merah. Sampai saat ini 112 orang meninggal dan 77 di antaranya sudah berhasil di identifikasi dan keluarga sebagai ahli waris telah menerima mendapatkan santunan senilai 15 juta dan 82 orang belum ditemukan juga, 2.095 KK/8.008 orang masih mengungsi. Data total kerugian sementara banjir bandang di Sentani yaitu 454 miliar.

Sebaliknya di daerah rendah hujan seperti Sumatera, Kalimantan, dan Nusa Tenggara yang memasuki musim kemarau mulai terjadi kebakaran-kebakaran hutan. Puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada Agustus dan September 2019.

Dari data yang ada di Riau kebakaran hutan masih terjadi. Total luas kebakaran dari Januari 2019 adalah 2.830 ha tersebar di 12 kabupaten kota dan paling banyak terdapat  di Kabupaten Bengkalis 1.277,8 ha. Upaya penanganan masih terus dilakukan baik dari satgas udara, satgas darat, dan satgas penegakan hukum. Total ada 12 helikopter dan 1 pesawat untuk penjagaan juga 30,8 ton garam yang telah disemai di awan-awan potensial walau demikian untuk memadamkan kebakaran hutan dibutuhkan hujan yang sangat deras karena kebakaran yang terjadi kedalamannya sampai 36 meter dan kebakaran hutan ini 99.9 persen terjadi karena sengaja dibakar.(jui)






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar