Natalius Pigai:

Mengapa Indonesia Harus Prabowo-Puan 2024-2029?

Di Baca : 1577 Kali
Prabowo Subianto dan Puan Maharani

Ketidakharmonisan bangsa ini bertahan begitu lama. Salah satu sumber dan pemicu persoalannya adalah tiap pemimpin di negeri ini mengklaim diri sebagai sentrum utama nasionalisme, sumber nasionalisme. Presiden klaim diri pusat nasionalisme berada di singgasana kekuasaan di Istana Negara dan pemegang kekuasaan, sedangkan rakyat dianggap bukan nasionalis. Seakan-akan pusat nasionalisme hanya deliver dari Sukarno ke Suharto, Habibie, Gusdur, Megawati, SBY dan Jokowi saat ini. Sementara rakyat dianggap bukan pemilik nasionalisme.

Bahaya akibat nasionalisme personifikasi individu para pemegang kekuasaan menjustifikasi dan bahkan memperlebar segregasi antara pemerintah dan rakyat, di mana rakyat termarjinalkan dari mainstream utama nasionaliame dan bahkan dianggap bukan nasionalis. Akibatnya hari ini kita menyaksikan jutaan rakyat muslim  turun ke jalan-jalan protokol menuntut keadilan, orang-orang pinggiran di Papua, Aceh dan Kalimantan berjuang mempertahankan identitasnya. Inilah problem kebangsaan kita saat ini. Karena nasionalisme hanya diklaim milik segelintir elit politik di negeri ini.

Perilaku arogan yang dipertontonkan oleh pemimpin negeri ini dengan mengkultuskan diri sebagai pemilik negara adalah absurd, arogan, kronisme dan cenderung primordialisme. Namun harus diingat bahwa Bangsa ini tidak pernah diperjuangkan oleh kelompok, satu orang, satu suku dan agama.

Laksamana Malahayati berjuang di Aceh, Sisingamangaraja di Tanah Batak, Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah, Hasanudin di Makasar, Pattimura di Ambon, demikian pula ada 7 Pahlawan keturunan China, ada Baswedan dari keturunan Arab, pahlawan beragama Katolik dari Jawa Tengah, Slamet Riyadi, Adi Sutjipto, Adi Sumarmo, Yos Sudarso, I.J. Kasimo dll, yang merintis kemerdekaan ini semua suku bangsa dan agama.

Para pejuang ini keturunan rakyat jelata, bukan darah biru, raja-raja di nusantara juga tidak pernah berjuang kemerdekaan Indonesia, mereka hanya sebagai pemungut cukai, kaki tangan dan anak emas kolonial. Padahal dalam sejarah, kolonial hanya 1 orang Raja yang diesksekusi Mati oleh Belanda, yaitu Raja Ende Lio di Flores, Pius Wasi Wangge di eksekusi di Kupang, namun hari ini kesultanan Yogya, dan Kesunanan Solo dan Darah Biru di Jawa mengklaim negeri ini milik mereka, omong kosong!.

Apa yang perlu kita lakukan hari ini, rakyat Indonesia harus bersatu melawan dan menentang nasionalisme personifikasi individu menjadi nasionalisme tanah air dan bangsa. Karena Nasionalisme menyatakan pertautan perasaan identitas diri dan keanekaragaman sebagai mosaik Indonesia. Nasionalisme juga bersatu karena kita mengalami trauma dan tragedi yang sama pada masa lampau (renan).






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar