PHR produsen minyak mentah tertinggi, menjadi penyumbang 26 persen produksi minyak nasional

Sinergi PHR-Pemerintah Cegah Penyalahgunaan BMN untuk Dukung Ketahanan Energi Nasional

Di Baca : 949 Kali
EVP Business Support PHR WK Rokan Irfan Zaenuri bersama Wamen ATR/BPN Raja Juli Antoni usai kegiatan Sosialisasi Komprehensif Wilayah Operasi Petapahan - Kota Batak (PETKO), Kabupaten Kampar, Riau. (Dok. Humas PHR)

Pekanbaru, Detak Indonesia – PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) terus berupaya meningkatkan kegiatan eksplorasi migas demi meningkatkan produksi dalam menjaga ketahanan energi nasional. Dalam operasinya, PHR membutuhkan dukungan dan sinergitas pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) demi menjaga keandalan operasi migas.  

“Tanpa sinergitas antar instansi, amanah pada Pertamina sebagai penyokong ketahanan energi nasional adalah sebuah kemustahilan,” kata EVP Business Support PHR WK Rokan Irfan Zaenuri mewakili Direktur Utama Pertamina Hulu Rokan, dalam Sosialisasi Komprehensif Wilayah Operasi Petapahan–Kota Batak (PETKO), Kabupaten Kampar, Riau.

Dua tahun pasca alih kelola Blok Rokan kata Irfan, PHR mampu menjadi produsen minyak mentah tertinggi dan menjadi penyumbang 26 persen produksi minyak nasional. Capaian ini tentu memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi daerah, tidak hanya dari sisi industrial, keberadaan PHR telah menjadi penggerak perkembangan sosial serta memberikan dampak berganda (multiplier effect) bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.  

“Sejalan dengan besarnya amanah dan tugas yang diemban PHR, sebagai blok dengan operasi migas onshore (daratan) terbesar di Indonesia, di mana seluruh area operasinya berbatasan langsung dengan masyarakat tentunya beberapa kendala kerap dihadapi. Tanpa adanya sinergitas dan dukungan dari pemerintah, tentunya operasional kami akan terkendala dan berdampak pada beban negara yang harus ditanggung,” ucap Irfan.

Adapun sejumlah persoalan kerap dihadapi di antaranya, penyerobotan dan tumpang tindih lahan, pendirian bangunan liar di atas jalur pipa minyak atau di bawah jaringan listrik bertegangan tinggi, kepemilikan hak oleh pihak lain atas lahan BMN, hingga klaim atau sengketa isu pertanahan sebagai komoditas politik praktis. Persoalan ini merupakan kondisi dengan risiko tinggi terlebih kepada masyarakat yang kerap beraktifitas di sekitar buffer zone asset BMN.






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar