KETUA TRGD RIAU SEBAIKNYA DIGANTI

KPK Agar Supervisi Potensi Korupsi Sisa Masa Jabatan Gubri

Di Baca : 6180 Kali
Pemaparan masalah carut marut lingkungan hidup dan kehutanan, perkebunan di Provinsi Riau disampaikan oleh Koordinator Jikalahari Made Ali, Perkumpulan Elang, Besta, Fitra Riau Triono Hadi, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari Aldo di Pekanbaru Riau, Sen

Namun, sejak dibentuk TRGD tidak banyak melakukan kegiatan terkait restorasi gambut
di Riau. Padahal pada 2017, BRG berhasil merestorasi 27 ribu ha lahan di Riau dan sudah
menganggarkan biaya operasional bagi TRGD Rp49,8 miliar dari APBN 2018 untuk penggunaan fisik dan pemberdayaan masyarakat. Namun dengan kinerja TRGD saat ini, target restorasi seluas 140 ribu ha pada 2018 di Riau akan sulit tercapai. Ketua TRGD Riau sebaiknya diganti saja karena dia Sekda tak paham seluk beluk ilmu gambut ganti dengan yang ahli gambut. Sudah banyak terjadi kebakaran di lahan gambut di Riau sejak Juli 2018 hingga Agustus 2018.

Pada 14 Februari 2018, Andi Rachman menerbitkan Surat Keputusan Gubri Nomor
Kpts.184/II/2018 tentang Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Percepatan Perhutanan
Sosial (PPS) Provinsi Riau. Pokja PPS memiliki tugas merealisasikan target PS seluas 1,42
juta ha dan target pada 2018 seluas 526 ribu ha. Namun hingga saat ini Pokja PPS tidak berjalan, alasannya terkendala karena belum disahkannya Perda RTRWP Riau dan tidak adanya anggaran.

Paska Perda ditetapkan pada Mei lalu, Pokja masih belum menyusun rencana strategis mendorong percepatan PS. Di tengah kebijakan di atas tak kunjung diimplementasikan Andi Rahman, Karhutla kembali melanda Provinsi Riau. Sekitar 400 hektare lahan terbakar sepanjang Juli 2018. Total luas kebakaran kawasan hutan dan lahan di Riau sepanjang Januari - Juli 2018
mencapai 2.445 ha.

Berdasarkan data satelit Terra-Aqua Modis ada 1.139 hotspot di Riau sepanjang Januari –
Juli 2018. Dengan confidence > 70 persen ada 343 titik yang berpotensi menjadi titik api.
Hotspot terlihat berada di areal korporasi, kawasan gambut dalam, areal konservasi dan
moratorium. Di areal korporasi, PT Riau Andalan Pulp and Paper, PT Arara Abadi, PT Satria
Perkasa Agung, PT Sumatera Riang Lesatari dan PT Rimba Rokan Perkasa dideteksi terbanyak muncul hotspot.Hotspot-hotspot ini bermunculan di kawasan gambut dengan kedalaman rata-rata 1 meter hingga melebihi 4 meter.

"Sementara kawasan lindung gambut di dalam konsesi perusahaan juga ada yang dirusak hutan alamnya ditebang dan diambil kayu alamnya padahal jadi tanggungjawab perusahaan yang diberi izin oleh Menteri LHK untuk menjaganya. Ini terjadi di beberapa areal konsesi perusahaan seperti di lahan Sinar Mas, PT RAPP, Asian Agri, dan lain-lain. Kami minta agar izin dicabut," jelas Made Ali.
 
”Di areal terbakar lagi-lagi teridentifikasi areal berkonflik yang dirambah oleh masyarakat,
lantaran konflik tak kunjung diselesaikan pemerintah,” kata Besta Junandi dari
Perkumpulan Elang (Eye on the Forest). 






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar