Mantan Dirut PT BSP Ungkap Dugaan Korupsi dan Pencucian Uang

"Saya mau ditempatkan di BOBCPP karena saya orang yang ikut memimpin pembentukan BOBCPP menyadari ditahap awal sulit mendapatkan pekerja para professional perminyakan," jelasnya.
"Tentu tidak bijak kalau saya tinggalkan begitu saja. Blok CPP asset strategis negara dan kebanggaan daerah Riau. Selain itu saya juga menunggu realisasi janji akan menyelesaikan secara musyawarah kekeluargaan pemberhentian saya sebagai Dirut PT BSP," jelasnya.
Bekerja di BOBCPP gaji dan remunerasi sepenuhnya masuk dalam lifting cost yang dibayar (diganti/cost recovery) oleh SKK-Migas. Tidak ada uang PT BSP atau Pertamina yang menggaji.
Yang mesti dipertanyakan adalah Arwin AS ketika menjabat Bupati Siak menjadi Komisaris Utama PT BSP, juga selama kurang lebih 7 tahun menjadi anggota JMC BOBCPP bergaji miliaran rupiah per tahun dan berbagai remunerasi.
"Itu sepenuhnya dibebankan kepada SKK-Migas (cost recovery)," kata Nawasir.
Padahal menurut UU No. 22/1999 tentang Pemda Arwin (Bupati Siak saat itu) TERLARANG turut serta dalam perusahaan/yayasan bidang apapun dan karena itu patut diduga Arwin telah melakukan perbuatan korupsi dan pencucian uang. Aparat hukum sebenarnya tidak sulit mengusutnya dan memeriksanya sekarang juga.
Pada 2003 Azaly Djohan dan Ramlan Comel dibantu Said Chaidir ketahuan menggelapkan (korupsi) dana PT BSP. Akibatnya kasus korupsi Azaly dan Ramlan yang diputus hukuman 2 tahun penjara di PN Pekanbaru.
"Walau kemudian diputus bebas oleh MA, Azaly Djohan dan Ramlan Comel diberhentikan sebagai Direktur PT BSP dan JMC BOBCPP. Kita tahu Ramlan Comel wafat di penjara Sukamiskin Bandung sebagai napi koruptor," jelas Nawasir.
Tulis Komentar