SUHARDIMAN AMBY SEBUT SEPERTI PEMAIN SUNGLAP

Menteri LHK: Tidak Ada Pemutihan RTRW Riau, Jangan Ada yang Bohong!

Di Baca : 2623 Kali

[{"body":"

Jakarta, Detak Indonesia<\/strong>--Kasus dugaan pemutihan lahan kebun sawit ilegal milik sejumlah perusahaan kelapa sawit di Provinsi Riau kembali memanas dan mendapat tanggapan serius Menteri LHK Siti Nurbaya.<\/p>\r\n\r\n

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr Siti Nurbaya Bakar MSc, bereaksi keras menerima informasi yang beredar di masyarakat, terkait kelanjutan pembahasan Rancangan Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRW) Riau. Terlebih lagi ada kesan pembelokan informasi dengan menyebut akan ada langkah pemutihan kawasan melalui RTRW, pasca rapat kabinet terbatas Presiden bersama Gubernur Riau beberapa waktu lalu.<\/p>\r\n\r\n

"Tidak benar ada langkah-langkah pemutihan oleh KLHK untuk RTRWP," tegas Menteri Siti dalam rilis yang dikeluarkan, Selasa (6\/6\/2017).<\/p>\r\n\r\n

Ia pun menjelaskan jalannya pelaksanaan Rataskab membahas RTRW Riau. Presiden Joko Widodo kala itu meminta agar Menteri LHK dan Menteri ATR membantu Pemprov Riau agar menyelesaikan Perda RTRWP yang masih 'tertahan' di DPRD Riau.<\/p>\r\n\r\n

"Saat itu Presiden tanya bisa berapa lama, saya menjawab mungkin bisa bantu dua atau satu bulan. Tapi saya bilang, oke kita coba bantu satu bulan. Begitu persisnya. Jadi kita hanya membantu, poin pentingnya tetap di mereka (DPRD dan Pemprov Riau)," ungkap Menteri Siti.<\/p>\r\n\r\n

Namun saya tegaskan, bahwa KLHK membantu tetap menggunakan prosedur UU. Dalam UU otonomi daerah, berkaitan dengan PERDA\/RAPERDA Tata ruang memang harus dengan judicial preview. Yang seperti ini dalam UU hanya untuk Raperda Tata Ruang dan Raperda RAPBD tahunan.<\/p>\r\n\r\n

Artinya sebelum berproses menjadi Perda Tata Ruang, maka substansinya harus mendapat catatan dari pemerintah pusat. Sebelum diputus oleh DPRD, maka Gubernur harus menjelaskan Raperda kepada Pemerintah Pusat untuk mendapatkan catatan dan penyesuaian isi rancangan Perda-nya.<\/p>\r\n\r\n

"Prosedur inilah yang akan saya tempuh. Saya sudah tegaskan kepada Gubernur Riau, bahwa semuanya harus sesuai dengan prosedur," tegas Menteri Siti.<\/p>\r\n\r\n

Saat Rataskab, Menteri Siti juga melaporkan kepada Presiden Jokowi bahwa ia telah menolak pemanggilan oleh DPRD Riau, karena memang hal tersebut bukan prosedur yang boleh dilakukan.<\/p>\r\n\r\n

"Tidak ada prosedur. Tidak boleh dan tidak bisa DPRD memanggil Menteri, karena tatanan politik DPRD Provinsi adanya di Provinsi. Kalau perlu justru info dari pemerintah pusat, disampaikan oleh Gubernur pada DPRD. Karena Gubernur-lah wakil pemerintah pusat di daerah. Jadi platform politiknya harus jelas. Jangan dikacau-kacaukan dan disampaikan yang salah ke publik," tegas Menteri Siti.<\/p>\r\n\r\n

Secara khusus pada Dirjen Planologi, Menteri Siti juga telah meminta untuk berhati-hati dan tidak melakukan kompromi apapun terkait pembahasan RTRW Riau.<\/p>\r\n\r\n


\r\n <\/p>\r\n","photo":"\/images\/news\/5o6bgpgpzi\/6-holding-zone-lahanok.jpg","caption":"Masalah pemutihan lahan sawit ilegal milik sejumlah perusahaan di Provinsi Riau kembali menjadi perdebatan hangat dan menjadi viral di masyarakat dan hal ini dibicarakan sampai tingkat Menteri LHK, anggota DPRD Riau, sejumlah LSM, dan masyarakat. Searah jarum jam dari kiri atas Menteri LHK DR Siti Nurbaya, Sekretaris Komisi A DPRD Riau Drs Suhardiman Amby AK, Koordinator Rakyat riau (KRR) AZ Fachri Yasin, dan Ketua Pansus RTRW Riau dari F-Demokrat DPRD Riau Asri Auzar."},{"body":"

"Saya tidak ijinkan Dirjen Planologi menempuh cara-cara diskusi kompromistik misal dengan konsinyir dan lainnya. Harus jelas  materi dari Pemprov  Riau dan setelah itu baru tim pusat akan analisis," jelasnya.<\/p>\r\n\r\n

KLHK harus lakukan analisis mulai dari SK Agustus, SK September, dan seterusnya. Serta bila perlu substansi yang tahun 2012. Menteri LHK juga akan melakukan verifikasi data, seperti masukan dari berbagai pihak, data di KPK, juga catatan-catatan dari CSO serta materi dari Pemkab\/Pemko  selain yang dari Pemprov. Karena judicial preview itu catatannya dari pemerintah pusat, berarti nantinya akan ada pembicaraan antara Menteri LHK, Menteri ATR dan Mendagri setelah catatan dari KLHK selesai.<\/p>\r\n\r\n

"Jadi soal RTRWP Riau harus jelas  disini bahwa saya membantu untuk penyelesaian. Jadi jangan dibolak-balik beritanya bahwa KLHK-lah yang bertanggungjawab, apalagi sampai mengeluarkan statement akan pemutihan dan lainnya. Jangan ada yang bohong soal ini," tegas mantan Sekjen Depdagri ini.<\/p>\r\n\r\n

Secara khusus Menteri Siti Nurbaya meminta pejabat yang berkaitan dengan RTRW Riau, untuk berhati-hati saat menyampaikan informasi ke publik. Agar informasi yang sampai ke masyarakat benar-benar berlandaskan kejujuran dan hati yang jernih.<\/p>\r\n\r\n

"Kata orang Birokrat itu boleh salah tapi tidak boleh bohong. Jadi jangan ada yang bohong soal ini ke rakyat. Sebaliknya,'politisi itu boleh bohong tapi tidak boleh salah'. Jadi mari rasakan saja dari keseharian kerja kita untuk rakyat," tutup Menteri Siti.<\/p>\r\n\r\n

Sementara di tempat terpisah di Pekanbaru, Sekretaris Komisi A DPRD Riau yang juga mantan Ketua Pansus Monitoring dan Evaluasi Perizinan HGU DPRD Riau Drs Suhardiman Amby Ak menanggapi penjelasan Menteri LHK Siti Nurbaya ini menjelaskan bahwa Menteri LHK kayak pemain sunglap tidak sesuai antara omongan dengan kenyataan.<\/p>\r\n\r\n

"Omongannya semua harus sesuai aturan dan peraturan perundang-undangan tapi penunjukan dan penetapan kawasan hutan dilakukan tidak sesuai dengan Undang-Undang semuanya hanya sesuai dengan kepentingan golongan lahan koorporasi diputihkan, pemukiman dan kebun rakyat termasuk proyek strategis Pemerintah masih dalam kawasan hutan," sebut Drs Suhardiman Amby AK dalam whatsapp-nya Selasa (6\/6\/2017).<\/p>\r\n\r\n

Ditambahkan Drs Suhardiman Amby Ak sebaiknya Menteri Siti Nurbaya membaca SK 393 yang dia tandatangani disitu secara jelas beliau melepas 105.000 hektare lahan perusahaan perkebunan bermasalah. Sementara 200.000 hektare kebun rakyat dan pemukiman yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka masih menjadi kawasan hutan. "Berarti Menteri Siti yang berbohong dan membohongi masyarakat Riau," tegas Suhardiman Amby.<\/p>\r\n\r\n

 <\/p>\r\n","photo":"\/images\/news\/5o6bgpgpzi\/6-holding-zone400.jpg","caption":""},{"body":"

Di lain pihak menanggapi pernyataan Menteri LHK Siti Nurbaya ini, Koordinator Rakyat Riau (KRR) yang pernah melaporkan keterlibatan 33 perusahaan kebun kelapa sawit membuka lahan secara nonprosedural ke Polda Riau dan tembusan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) AZ Fachri Yasin menegaskan bahwa holding zone seluas 1,1 juta hektare di Riau sangat patut dipertimbangkan karena di dalam 1,1 juta hektare ada hutan rakyat, infrastruktur, pemukiman, pariwisata, pertanian, ruang terbuka hijau (RTH) dan lainnya.<\/p>\r\n\r\n

Beberapa waktu lalu dalam pengaduan ke Mapolda Riau Koordinator Rakyat Riau (KRR) merekomendasikan berdasarkan temuan Pansus dan kajian KRR ini, pertama meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (LHK-RI) agar melakukan penyelidikan dan penyidikan, penindakan terhadap perusahaan sawit yang telah membuka mengembangkan kebun sawit pada kawasan hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 878\/Menhut-II\/2014 pada tanggal 29 September 2014 tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau.<\/p>\r\n\r\n

Kedua, meminta Kementerian Pertanian dan Kementerian Agraria dan tata Ruang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, penindakan terhadap perusahaan sawit yang telah mengembangkan kebun sawit di luar HGU yang diberikan.<\/p>\r\n\r\n

Ketiga, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyelidikan terhadap Aparatur Negara dan Korporasi atas dugaan terjadinya tindak pidana korupsi pada perusahaan sawit di dalam kawasan hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 878\/Menhut-II\/2014 tanggal 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau.<\/p>\r\n\r\n

Keempat, Pemerintah Provinsi Riau harus membuat payung hukum\/Perda tentang retribusi aset lahan ke masyarakat Riau pada objek temuan Pansus DPRD Riau.<\/p>\r\n\r\n

Kelima, Pemerintah Provinsi Riau harus membuat payung hukum\/Perda tentang Land Amnesty.<\/p>\r\n\r\n

Sementara hasil temuan Pansus RTRW DPRD Riau yang diketuai oleh Asri Auzar dari F-Demokrat soal holding zone (lahan perusahaan) ini dalam rapat di Gedung LAM Riau Jalan Diponegoro Pekanbaru beberapa waktu lalu menegaskan bahwa DPRD Riau tidak akan memasukkan 181.000 hektare lahan perusahaan yang nonprosedural itu ke dalam RTRW Riau yang akan diajukan dan disahkan Pemerintah Pusat.<\/p>\r\n\r\n

 <\/p>\r\n","photo":"\/images\/news\/5o6bgpgpzi\/6-holding-zone2-400.jpg","caption":""},{"body":"

Hal ini ditegaskan Ketua Pansus Bidang RTRW DPRD Provinsi Riau Asri Auzar dalam rapat gabungan dengan sejumlah tokoh masyarakat Riau dan NGO di Gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau Jalan Diponegoro Pekanbaru, Rabu tahun lalu (14\/12\/2016).<\/p>\r\n\r\n

Hadir dalam acara ini antara lain Ketua LAM Riau Al Azhar, Emrizal Pakis, Koordinator Koalisi Rakyat Riau (KRR) AZ Fachri Yasin, Prof Adnan Kasri, mantan Ketua DPRD Riau drh Chaidir, Tengku Lukman Ja'far, para mahasiswa, dan lain-lain.<\/p>\r\n\r\n

Menurut Asri Auzar, bahwa yang akan dimasukkannya ke dalam RTRW Provinsi Riau yang akan disahkan ke Pemerintah Pusat itu antara lain kawasan 141 desa termasuk kawasan fasilitas umum dan sosial, kawasan jalan tol, kawasan rencana jalan kereta api, pelabuhan termasuk kawasan industri. Sedangkan lahan sawit perusahaan yang dibuka secara non prosedural seluas sekitar 181.000 hektare ini tidak dimasukkan dalam usulan RTRT Riau karena ini menjadi temuan dan harus diproses hukum oleh penegak hukum.<\/p>\r\n\r\n

"Jadi RTRW Induk ini yang kita prioritaskan untuk disahkan segera agar kabupaten\/kota di Riau bisa menyusul pula membuat RTRW daerahnya. Temuan 181.000 hektare lahan ilegal perusahaan sawit ini sudah diketahui sebenarnya oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, tapi sampai sekarang tidak ditindak juga, heran Saya," kata Asri Auzar.<\/p>\r\n\r\n

Makanya diharapkan seluruh komponen, elemen masyarakat termasuk para tokoh masyarakat Riau bersatu teguh untuk bersama-sama berjuang ke Pusat untuk mensyahkan RTRW ini agar Riau bisa membangun, dan investor bisa menanamkan investasinya.<\/p>\r\n\r\n

Masalah lahan perusahaan sawit di Riau yang ditanam secara ilagal hampir seluas 181.000 hektare yang merugikan daerah dan negara sekitar Rp72 triliun itu menurut Menteri Agraria kasus ini kata Asri Auzar akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo agar perusahaan nakal ini diambil tindakan hukum karena merugikan Negara dengan membuka lahan secara non prosedural, tanpa izin dan sebagainya. Malah perusahaan nakal itu yang jumlah ratusan di Riau ini ada usia tanaman sawitnya sudah 20 tahun, 12 tahun, dan lain-lain.<\/p>\r\n\r\n

"Saya heran, masalah perusahaan nakal ini sudah Saya laporkan ke sejumlah Menteri dan pejabat terkait di Jakarta, tapi entah kenapa sampai sekarang tidak ada tindakan tegas diambil Pemerintah ini padahal hasil temuan Pansus valid," kata Asri Auzar.<\/p>\r\n\r\n

Sementara itu dalam rapat gabungan ini disampaikan juga adanya laporan keluhan masyarakat Kuansing yang bermitra dengan perusahaan sawit PT Tri Bakti Sarimas bahwa masyarakat yang memiliki sawit di kawasan hutan Lindung (HL) Bukit Betabuh di Kuansing kini dilaporkan pihak perusahaan ke aparat berwajib dan ini meresahkan warga. Padahal bukan warga yang menanam, melainkan perusahaan sawit itu.(azf)<\/strong><\/p>\r\n","photo":"\/images\/news\/5o6bgpgpzi\/6-holding3-400.jpg","caption":""}]






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar